Jumat, 31 Desember 2021

NODEFLUX: KONTRIBUSI GLOBAL SI KELEDAI PINTAR VIA KECERDASAN ARTIFISIAL

“Teknologi memberikan potensi kepada kehidupan untuk berkembang seperti yang belum pernah terjadi sebelumnya – atau untuk menghancurkan diri sendiri” (Max Tegmark)


Pernyataan fisikawan MIT dalam Life 3.0 itu serta merta membuat tanganku meraih spidol merah jambu, otomatis menempelkan ujung lunaknya di bawah ketikan rapi pada bagian prolog, penanda permulaan bab baru. Aku tertarik dengan dua kata kunci yang berseberangan: “berkembang” dan “menghancurkan”. Rasanya perubahan memang selalu menghadirkan dua irisan. Kemudian, kita akan dihadapkan pada dua efek, yang dimaklumi sebagai keniscayaan: positif dan negatif.


Aku teringat bagaimana warganet (netizen) riuh menanggapi pernyataan Presiden Jokowi saat Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (Musrenbagnas RPJMN) 2020-2024, yang berkomitmen untuk menggantikan para Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan robot kecerdasan artifisial. Setidaknya, warganet terbagi dalam tiga kelompok besar bila dicermati berdasarkan dropping komentar: kelompok skeptis teknologi, kelompok utopia digital, dan kelompok “pendukung” gerakan memaksimalkan potensi kecerdasan artifisial (artificial intelligence).


Mereka yang skeptis mengakui kelahiran kecerdasan artifisial sebagai produk teknologi, tetapi pesimistis soal implementasi. Kaum utopis digital cenderung menyambut kecerdasan artifisial dengan senang hati, walau paham harus melalui proses adaptasi. Nah, para suporter kecerdasan artifisial lah yang siap memeluk evolusi ini dengan mengeksplorasi potensi. Bahkan, sebagian kecil mulai menangkap peluang kecerdasan artifisial sebagai akses kontribusi bagi negeri.


Kelompok yang terakhir ini tidak melulu memainkan peran dalam satu posisi. Kucermati, beberapa akademisi memulai andil dengan riset-riset untuk menggali dan melakukan komparasi atas keunggulan teknologi. Pemerintah bergerak lewat kebijakan Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial 2020-2045. Adapun, para pengembang kecerdasan artifisial bergegas menyusun rangka perusahaan rintisan (start up). Pionir rintisan pada bidang ini di Indonesia adalah Nodeflux.


Kelahiran Nodeflux

“Simple ya! Ada masalah apa di masyarakat, let’s solve it! (dengan) teknologi sih.” ujar Ais, co-founder dan Chief Technology Officer (CTO) Nodeflux, saat menyampaikan kepada kami, pemirsa siniar (podcast) Startup Studio ID x Impactto, yang berkolaborasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Juli lalu. Artinya, semua yang akhirnya terkonsep mutlak berbasis pada problem yang ditemui masyarakat. Nodeflux mencoba hadir sebagai pemberi solusi dengan teknologi.


Pria bernama lengkap Faris Rahman ini menceritakan kelahiran Nodeflux dengan riang dan penuh optimisme akan kebutuhan dan pasar kecerdasan artifisial pada masa mendatang. Namun demikian, ia menyebut bahwa Nodeflux tidak selalu nangkring di atas jalur tol yang lancar; bebas hambatan. Pada awal kelahiran, jalan terjal mesti dilalui perusahaan rintisan ini, layaknya proses normal pertumbuhan.


https://www.nodeflux.io/


Ais tidak sendiri dalam membidani Nodeflux. Pria berkacamata ini berpartner dengan Meidy Fitranto, yang karib dipanggil Memet. Mereka bahu membahu merancang cikal bakal Nodeflux sejak Januari 2016. Memet berperan sebagai co-founder dan Chief Executive Officer (CEO). Keduanya bersahabat sejak SMP dan bertemu kembali di Teknik Industri Institute Teknologi Bandung (ITB). Sebelum terjun di bidang pengembangan kecerdasan artifisial ini, keduanya sudah bergelut dengan karier masing-masing. 


"Udah sejak kuliah, kita sering jualan software bareng sih. Kita explore banyak hal, mulai dari buat-buat software, games, (bisnis) kulineran juga" ujar Memet.



"Saya sebelumnya bekerja di oil company yang besar, tetapi saya lebih banyak kerja sampingannya sih, hahaha. Intinya my heart and my mind tidak di situ lah ya. Saya lebih suka create something. Akhirnya, kami saling kontak kembali karena ada proyek bersama. Namun, karena satu dan lain hal proyek itu gagal, padahal produk sudah hampir selesai. Dari situ lah, kami mulai berpikir untuk merintis usaha ini" lanjut Ais, yang diamini oleh Memet.


Nama Nodeflux mereka rancang karena lebih "menjual". Awalnya mereka lekat dengan nama Donkey Smart. Memangnya ada keledai yang pintar? Memet menjelaskan justru karena stigma hewan keledai yang bodoh; jatuh di lubang yang sama untuk kedua kalinya, mereka menjadikan hal tersebut sebagai pengingat.


"Kalau hewan yang pintar, misalnya dolphin, begitu kan nggak seru. Ibaratnya, ya pantas saja kan pintar, terus bikin data analytics gitu. Kalau hewan bodoh yang bikin, kan paradoks ya. Namun, kita ingin membuktikan bahwa itu mungkin!" tegas Memet. "Kalau kalian ke kantor Nodeflux di Mampang Prapatan, di sana disebutnya Donkey Camp, jadi karyawan kita ya disebutnya Donkey Team" paparnya kembali sambil disertai gelak tawa. Wah... filosofi sederhana yang mengena!


Optimisme yang mereka bangun dalam tubuh Nodeflux terejawantah pula dalam misi yang diemban, yaitu berkontribusi pada pengembangan kecerdasan artifisial dalam lingkup nasional dan (bahkan) global. Hingga kini, Nodeflux masih terus bereksplorasi dengan produk-produk unggulan yang fokus pada visionAIre dan identifAI. Produk visionAIre meliputi visionAIre facevisionAIre peoplevisionAIre vehicle, dan visionAIre retail. Adapun, produk identifAI berupa identifAI dukcapil validationidentifAI liveness detection, dan identifAI KTP OCR.


https://www.indotelko.com/


Kontribusi Bagi Negeri

"Humans can make mistakes, artificial intelligence can help!"

Kecerdasan artifisial makin dekat dengan kehidupan saat ini. Nodeflux membuktikan dengan terus bertumbuh bersama tim yang berisi pribadi-pribadi optimis untuk terus memperbesar potensi keuntungan dan menghadirkan risiko dalam taraf minimal. Dari tiga karyawan pada awal rintisan, kini tim keledai pintar didukung oleh talenta-talenta potensial, yang 100% warga negara Indonesia. Suka! 


Pada medio 2019, Nodeflux telah dipercaya menggawangi Jakarta Smart City oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Perwujudan smart governance salah satunya dilakukan dengan pemanfaatan kecerdasan artifisial. Kecanggihan vision artificial intelligence, sebagai keunggulan produk Nodeflux, dalam mengimitasi kecerdasan manusia secara efisien diintegrasikan dengan maha data (bigdata) yang dimanfaatkan sebagai alat evaluasi dalam pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan. Pada akhirnya, pemanfaatan kecerdasan artifisial berimbas positif pada kehidupan masyarakat secara keseluruhan.


"Produk Nodeflux berupa Licence Plate Recognition mampu mengenali dan membaca plat nomor kendaraan dengan teknologi vision artificial intelligence. VisionAIre dilatih untuk membaca plat nomor dalam berbagai kondisi, baik pencahayaan, kondisi cuaca, kualitas gambar, dan jarak untuk memberi analisis yang bersifat real-time," terang Memet.


Kini Nodeflux telah bekerja sama dengan banyak pihak, diantaranya pengelola Trans Jakarta, pos lintas batas negara, kepolisian Republik Indonesia, dan pengelola jalan tol. Terkini, Nodeflux berkontribusi dalam melakukan monitoring dan evaluasi pergerakan masyarakat di tengah Pandemi COVID-19. Kontribusi nyata di bidang teknologi tersebut membuat Ais (dan tim Nodeflux) dinobatkan sebagai penerima SATU Indonesia Award dari Astra Internasional pada tahun 2018 lalu. Apresiasi tak berhenti! Mereka juga meraih NIT Startup Challenges 2019, BPPT Innovator Award 2020, dan ASEAN ICT Award 2021. Jiaaaah, langganan! 

https://wartaekonomi.co.id/

"Keep moving forward aja lah. Kita nggak pernah tahu kan kondisi ke depan gimana" pesan Ais, menanggapi kondisi tidak ideal pada pengelolaan perusahaan dalam masa pandemi COVID-19 ini. Pria yang juga antusias dengan pencil sketching art ini menegaskan ulang misi Nodeflux untuk terus memberi solusi praktis dengan teknologi. Harapan utamanya, produk teknologi Nodeflux bisa dirasakan langsung oleh masyarakat, sampai pada tataran kehidupan keseharian (daily life). Sisi valuable itulah yang ingin terus dikejar dan penyemangat dalam mengembangkan Nodeflux.


Ais dan Memet mengungkapkan pula rasa senang dengan mulai bermunculannya para data scientist muda di Indonesia. "Artinya, perguruan tinggi sudah mulai melihat kecerdasan artifisial sebagai lahan masa depan ya. Ada yang sudah membuka jurusan atau minimal ada mata kuliah mengenai domain ini," ungkap Memet. Mulai banyaknya workshop atau pelatihan mengenai bidang ini juga dirasa cukup membantu perkembangan bidang kecerdasan artifisial ke depan.


Pada akhirnya, perubahan sebagai konsekuensi kecerdasan artifisial segera tiba. Perubahan itu akan menjadi utopia atau katastrope, justifikasinya ada di tangan kita bersama. Nodeflux mencoba mempersiapkan peradaban teknologi dengan sigap dan take action untuk terlibat. Kontribusi yang sudah dibalut dalam misi mereka memberi kemungkinan skenario masa depan penuh harapan. Do Good Be Nice!

14 komentar:

  1. Sangat bermanfaat tulisannya 😊

    BalasHapus
  2. Wih mantap sekali. Baru tahu ada startup ini dan rupanya pengalaman mereka sudah tidak diragukan lagi. Terima kasih atas tulisan yang sangat enak dibaca ini 😍

    BalasHapus
  3. Tulisan tersebut sangat menambah wawasan saya. Terima kasih, Bu Santi.

    BalasHapus
  4. Wahh, mantap sekali, Bu Santi. Sangat bermanfaat tulisannyaa.

    BalasHapus
  5. Aku masuk yang skepstis :( gagap teknologi bener nih.

    Terima kasih, Mba Santi. Artikel keren.

    BalasHapus
  6. Mampir ke sini karena penasaran sama pemenang anugerah pewarta Astra..hehe. tulisan yang bagus mbaa, pantes jadi pemenang!

    BalasHapus

KULIAH PAKAR ADOBSI