Kamis, 11 Desember 2025

VOLUNTRIP: JELAJAH DESA DAN TANAM KOPI

Sumber: Dokumentasi Pribadi


Alhamdulillah. Akhir bulan lalu, aku dan keluarga bisa menyempatkan waktu mengikuti kegiatan voluntrip, yang diinisiasi Lembaga Amil Zakat Solo Peduli dan Komunitas Mlipiria. Seperti namanya, agenda ini diadakan dengan format melakukan perjalanan, sekaligus menjadi volunter atau sukarelawan. Perjalanan dilakukan dengan menelusuri atau menjelajah Desa Samiran, di lereng Gunung Merapi-Merbabu, Kec. Selo, Boyolali. Adapun kegiatan volunter diwujudkan dengan menanam bibit kopi di beberapa titik seputaran desa tersebut. Kegiatan ini dibagi dalam 2 batch, kami mengikuti batch 1 pada Minggu pagi, 30 November lalu.

Kami sepakat berangkat H-1 sambil menikmati Selo terlebih dahulu. Menemukan penginapan di daerah ini tidak terlalu sulit, ada banyak homestay yang dikelola warga lokal, penginapan model waralaba, atau hotel-hotel skala nasional. Namun, kami tetap coba meminta rekomendasi panitia agar lebih efisien waktu saat menentukan. Setelah menghubungi beberapa penginapan, pilihan jatuh pada Luxcamp by Horison. Ada beberapa camp mungil yang disewakan, kami menempati Curve Camp bagian paling atas. Soal view? beneran Merapi seperti ditaruh di depan mata 😀


Sumber: Dokumentasi Pribadi


Bermalam di daerah dengan suhu 14 derajat celcius menjadi pengalaman yang menarik bagi kami. Semua menjadi pengalaman pertama bersama. Alhamdulillah, kami prepare kaos kaki dan baju lengan panjang walau tidak terlalu tebal. Sembunyi di balik selimut menjadi pilihan akhir sambil menikmati tayangan dari fasilitas smart TV di camp, setelah menyantap Indomie rebus bersama 😁 Kinash, sulung kami, sudah angler sejak sore. Lha... Raya, bungsu kami, matanya masih beniiiiing hingga jelang tengah malam. Berkali-kali ia mengubah channel, mulai dari akun yang materi kontennya unboxing mainan, sampai konten-konten cerita horor... hiiiii 👀tak apalah, anggap saja nemani mamanya yang liburan gitu masih juga bawa dan buka laptop 😉

Paginya, kami bersiap mengikuti giat utama. Kami sempatkan sarapan dulu di sebelah lobi camp, tidak terlalu terburu-buru karena waktu cukup dan akan menyusul bila memang teman lain sudah mendahului ke titik pertama. Titik kumpul di pendapa desa sudah ditentukan panitia. Di sana kami disuguhi (lagi) sarapan berupa rebusan. Sayangnya, kami agak terlambat karena menunggu Raya, yang perlu waktu untuk mengumpulkan energi, karena bangun kesiangan, hahaha. Kami langsung menuju titik pertama, alhamdulillah. Teman-teman menyambut dengan baik, panitia pun ramah. Kami sarapan (lagi), hahaha, kali ini berupa jenang pati - bubur dari tepung pati kanji. Karena Kinash dan Raya masih kenyang, aku dan suami saja yang mengambil. Itupun cukup 1 piring berdua, takut tidak nyaman jalan bila perut terlalu penuh 😊 


Sumber: Dokumentasi Pribadi


Pada titik pertama inilah, kami diberi bekal satu bibit kopi. Pendamping menyampaikan jenis bibit kopi ini, tetapi aku lupa 😃 Kami mulai masuk ke area lahan tanam, perlahan-lahan karena jalan yang cukup sempit. Sesekali kami menyimak terlebih dahulu penjelasan pendamping, baik tentang cara tanam, perawatan yang selanjutnya akan dilakukan para petani kopi di sana, dan sedikit tentang kuantitas dan kualitas hasil panen yang biasa didapatkan. Kemudian, kami mulai berpencar, mencari titik tanam yang sudah disiapkan dan diberi tanda oleh panitia. Kinash dan Raya sangat excited sejak masuk area lahan tanam, hahaha, mungkin karena baru pertama dan cuaca sangat mendukung: teduh dan sejuk. Alhamdulillah ❤

Setelah proses tanam, kami menyusuri setiap liku Desa Samiran. Masyarakat dominan petani, baik kopi maupun sayuran, dengan dukungan lingkungan dan area yang subur. Jalan sekitar beberapa meter, kami mampir ke Jenar Kopi Merapi, salah satu industri kecil di desa tersebut. Kami diperlihatkan cara menumbuk hingga menjadi bubuk kopi siap seduh. Beberapa teman mencoba, hingga praktik seduh kopi pula. Di dalam rumah pemiliknya, panitia telah menyiapkan jamuan makan siang. Coba tebak menunya? sayur tumpang dan tempe bacem 😍 tentu saja aku dan suami girang sekali, nemu menu yang otentik begitu, hahaha. Setelah makan, kami bersiap pamit. Eh, ternyata ada pack sayuran kami bisa bawa pulang. Segaaaar semua: tomat, buncis, dan wortel. Alhamdulilah (lagi) 💚

Kami jalan pelan ke camp kembali, beberes barang sebentar, dan checkout. Langsung pulang? tidak dong! Cari deh oleh-oleh khas daerah Samiran sebentar. Walau tertulis oleh-oleh, aslinya untuk kami makan sendiri sih, hahaha. Saat berangkat, kami melewati toko oleh-oleh yang cukup ramai pengunjung. Jadi, tidak pikir lama, kami menuju Omah Jadah Mbah Rubi. Aku memesan mix dalam 1 dus, plus beli enting-enting kacang. Oh, ternyata mix dalam 1 dus berisi: jadah srundeng, wajik, plus tempe dan tahu bacem. Walhasil kami jalan turun ke arah Semarang sambil cocol-cocol jadah ke sebungkus plastik serundeng 😂 overall, aktivitas akhir pekan yang menyenangkan bagi kami. Happy, menikmati, dan kenyang sekaliiiii 😆



Kamis, 30 Oktober 2025

The Art of Reading - Membaca Buku tentang Cara Membaca Buku!

 

Sumber: @tb.lubukata

Menyimak webinar -lebih tepatnya booktalks- yang membahas buku The Art of Reading dua hari yang lalu memberiku beberapa wawasan baru. Buku ini dibahas plus dipromosikan oleh penulisnya langsung: Yogi Theo Rinaldi. Selain ketertarikanku yang besar mengenai literasi dasar baca dan tulis, rasa penasaran pada diksi “art” dalam judul buku itu pula, yang membuatku klik registrasi untuk gabung dalam acara ini. Aku cukup fokus menyimak paparan Pak Yogi sepanjang lebih kurang 40 menit, mencatat beberapa hal menarik, dan coba mengikat poin-poin penting versiku via tulisan ini.

Paparan diawali dari eksplorasi atas beberapa problem yang menghinggapi daya literasi masyarakat di Indonesia sampai dengan saat ini. Seperti biasa, data faktual yang sering dimunculkan untuk mengawali adalah data soal minat baca. Agak sedikit berbeda, Pak Yogi menambahkan kata “buku” setelah kata “baca”: minat baca buku! Artinya, bisa jadi aktivitas membaca hal lain, seperti membaca komentar dan takarir (caption) di media sosial, membaca tekstual minim yang menyertai unggahan video berita, membaca judul-judul click-bait di portal-portal media, yang memiliki banyak peminat, bahkan naik secara signifikan. Namun, kalau objek bacanya adalah buku, hmmm... belum tentu 😊 Beberapa bagian dari buku ini terinspirasi, diadaptasi, dan diintegrasikan dari How to Read a Book-nya Adler dan Doren. Secara anatomi tidak terlalu tebal, terdiri atas introduction dan 4 chapters.

Selain fenomena itu, pilihan kata “art” pada kajian buku ini mengingatkanku kembali bahwa membaca adalah sebuah keterampilan (skill). Pada tataran akademis, skill ini sepertinya belum diasah dengan tajam, baru sebatas pada tataran bisa (baca) belum sampai pada tataran mahir (baca). Oleh karena itu, banyak yang bisa baca, beberapa yang mau baca, tetapi tidak sampai pada pemahaman maksimal atas objek baca. Bahkan, belum ada sikap kritis pascabaca. Nah, “art”-nya baca atau teknik praktik baca seharusnya diajarkan, dikuasai, dan dipraktikkan sebagai alat atau modal untuk mencapai keterampilan membaca. Kita perlu membaca buku tentang cara membaca buku untuk sampai pada kelancaran metabolisme pikiran! 😊

Sejauh ini, gap tersebut tidak serta merta diindahkan pemerintah. Hadirnya Gerakan Literasi Nasional (GLN) yang merujuk pada tiga lingkup, yaitu keluarga (GLK), sekolah (GLS), dan masyarakat (GLM), yang salah satu programnya menekankan pada upaya peningkatan minat baca sudah coba diimplementasikan dan dikawal, walaupun hasilnya (diakui) belum cukup maksimal. Selain soal kebijakan, aktivitas membaca juga butuh sosok untuk dihadirkan. Artinya, kesiapan diri-individu pembaca lah solusi utama dari stimulan baca, yang ditenggarai efektif membawa pergerakan diri ke arah kemauan. Mampu memaknai terlebih dahulu bahwa membaca bukan sekadar aktivitas mata, melainkan juga bagian dari siklus belajar dan berpikir. Hal lain seperti buku yang "bernutrisi", lingkungan baca, pengalaman baca, dan keteladanan orang-orang sekitar adalah amunisi tambahan. 

Minggu, 31 Agustus 2025

JALAN RUHANI SEORANG IBU

Sumber: Dokumentasi Pribadi


Selesai sekali baca. Buatku, isi buku ini bukan pemahaman baru. Namun, justru berperan amat besar sebagai pengingat akan banyak hal. Pengingat akan ruang dalam diri yang perlu kontinu dibersihi dan waktu yang perlu dikosongkan, bukan sekadar diluangkan.

Jalan rohani seorang ibu, dalam konteks ini, tidak butuh panggung dan pengakuan. Ikhtiar via kelekatan dengan mushaf, doa, dzikir, saum, sedekah, dan bakti atas orangtua pun suami - bisa jadi senjata tak terlihat, jalur cepat, penjaga, sekaligus bagian dari kelayakan diri menjadi tempat turunnya rahmat dan dicukupkan-Nya pertolongan.

Laku ini butuh niat, konsistensi, dan ketulusan dalam gerak yang rutin, berulang, dan bermakna. Apalagi, era ini menghadirkan pribadi yang kadang butuh alasan untuk patuh, pribadi yang mesti ditempa untuk memaafkan berkali-kali, pribadi yang terus diuji: akankah dia akan terus memohon atau berhenti.

Sabtu, 26 April 2025

THE USE OF ARTIFICIAL INTELLIGENCE IN TEACHING WRITING: IS IT A DYSTOPIA?


Sumber Foto: https://www.qiteplanguage.org/majalah


Nowadays, technology is required in the learning process. The integration of technology in a classroom shows that there is a transformation in the pattern of learning. This is in line with the educational development process in Indonesia, which follows the development of the era. Asides, students‘ learning necessities become an influential factor. Several technological-based learning tools come along with the transformation, including artificial intelligence (AI). AI is an intelligent system design which could mimic humans‘ work in the form of automatisation of digital media (Clark, 2020). People’s responses towards AI could be classified into three parts, which are sceptical, flat, and supporting (Tegmark, 2017). The sceptical group acknowledge AI's existence, yet they are pessimistic about its implementation of it. The flat group tends to welcome AI, yet they must adapt to the technology. The supporting group of AI are the most active in exploring its potential, conducting an experiment, and practising its implementation with several further evaluations.

Some issues arise with the emergence of AI, including how the automatisation system offered in the learning process will shift teachers’ roles. This assumption is wrong if we see teachers’ pedagogical skills and experiences, the students’ learning necessities, and the role of teachers in providing contextual and social guidance to their students (Holmes, 2019). The other issue related to (1) AI is the additional costs required to access and subscribe the technology, (2) people deem it not humanistic since the technology views students as having the same characteristics (homogenous), (3) limiting physical or psychomotor activities, (4) making the students more addicted to staying in front of the screen, and (5) being temporarily viral, especially with the existence of the sensational ChatGPT. The growing responses and issues on technology make AI a dystopia in learning. Is it true?

The Implementation of AI in Teaching Writing

Although AI is or is not welcomed by the community, it is pervasively used in all learning contexts, including language teaching. AI becomes a learning tool based on natural language processing, speech recognition, computer-aided language learning, games, translation, and intelligent agent (Pokrivcakova, 2019; Ali, 2020). Some researches show that AI helps in building a learning environment which complies with modernity, improving the engagement with the students, and providing flexibility in learning (Pikhart, 2020; UNESCO IITE, 2020; Miller, 2021). AI has different forms, including various applications.

The implementation of AI’s integration in learning, especially in teaching writing, could be done by using different applications, such as AI Writer, Smodin, Eskritor, Grammarly, AI Kaku, Poem Generator, Plot Generator, etc. Fitria (2021) recommends that the students can use Grammarly since it helps them in proofreading, starting from the spelling, sentence structure, to the grammar of the texts. Yet, the free version of Grammarly has limited features. Plot Generator offers the students different plots of short stories that could help them in comprehending the theoretical concepts in writing, getting through the writing process, and helping them in checking the grammar and vocabularies written in their texts (Sumakul, 2022). Other researches‘ in-depth analysis states that AI is a tool. Hence, teachers is the determining factors in the design of AI utilization in teaching writing. In this case, Utami (2023) mentions that the use of AI writing tools helps the students in writing academic texts, especially in planning and writing phase. Besides, AI writing tools are deemed having flexible accessibility, yet their accuracy and high plagiarism rates should be taken into further account.


From the researches above, the features offered by AI in learning can help the students in learning how to write, despite not being able to help them comprehensively. Teachers are still highly required, especially in strengthening students’ writing competence and giving them systematic feedback. The writing skills should be strengthened, and AI can be used as a supporting tool in learning. Besides, Kleiman (2023) suggests on the use of SPACE framework for the integration of AI in teaching writing. The framework is explained in further details as follows. Set - Setting the objective in writing. Prompt - Prompting AI to produce the required outcome. Asses - Assessing the accuracy, comprehension, bias, and writing quality. Specifically, we cannot trust and depend on AI 100%. To say the least, AI could help us in producing alternative texts which could be use in the next phase of writing. Curate - Curating the produced texts offered or made by AI and deciding the proportion of use in percentage as required. Edit - Editing the AI-produced texts with human power to ensure that the final product is the a good quality text. Hence, we should understand the limited ability of AI in the writing process.


From the discussion, the initial synthesis should affirm that AI gives positive impact in teaching writing, yet it requires a good pedagogical design based on the learning necessities and objectives. In its use, teachers and students are not expected to be trapped on its novelty. Apart from that, we should be strongly resistant that we do not use AI for an instant and forced objective. In this case, the use of AI should not be based on a rushed decision due to its fast development. We should be evaluative to AI by auditing the use of AI in assisting students in learning how to write. In the end, the decision on deeming AI a utopia or dystopia is based on our volition as the user. Trying not to be passive with AI’s development is still in line with understanding that AI’s existence will become mainstream later on.

 

References

Ali, Z. (2020). Artificial intelligence (AI): A review of its uses in language teaching and learning. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering, 769. IOP Publishing. https://doi.org/10.1088/1757-899X/769/1/012043

Clark, D. (2020). Artificial intelligence for learning: How to use AI to support employee development. London: Kogan Page.

Fitria, T. (2021). Grammarly as AI-powered english writing assistant: Students’ alternative for writing english. Metathesis: Journal of English Language, Literature, and Teaching, 5(1), 65-78. http://dx.doi.org/10.31002/metathesis.v5i1.3519.

Holmes, W., Bialik, M., & Fadel, C. (2019). Artıfıcıal ıntellıgence ın educatıon: Promıses and ımplıcatıons for teachıng and learnıng. Massachusetts: Center for Curriculum Redesign.

Kleiman, G. M. (2023). Teaching students to write with AI: The SPACE framework. https://medium.com/@glenn_kleiman/teaching-students-to-write-with-ai-the-space-framework-f10003ec48bc.

Miller, L & Wu, J. G. (2021). Language learning with technology: Perspectives from Asia. Singapore: Springer. https://doi.org/10.1007/978-981-16-2697-5.

Pikhart, M. (2020). Intelligent information processing for language education: The use of artificial intelligence in language learning apps. Procedia Computer Science, 176, 1412–1419. https://doi.org/10.1016/j.procs.2020.09.151.

Pokrivcakova, S. (2019). Preparing teachers for the application of AI-powered technologies in foreign language education. Journal of Language and Cultural Education, 7(3). 135-153. https://doi.org/10.2478/jolace-2019-0025.

Sumakul, D. T. Y. G., Hamied, F. A., & Sukyadi, D. (2022). Students’ perceptions of the use of AI in a writing class. Proceedings of the 67th TEFLIN International Virtual Conference & the 9th ICOELT 2021 (TEFLIN ICOELT 2021), 52-57. https://doi.org/10.2991/assehr.k.220201.009.

Tegmark, M. (2017). Life 3.0: Being human in the age of artificial intelligence. New York: Knopf.

UNESCO IITE. (2020). AI in education: Change at the speed of learning. UNESCO IITE Policy Brief. Author: Steven Duggan. Editor: Svetlana Knyazeva.

Utami, S. P. T., Andayani, Winarni, R., & Sumarwati (2023). Utilization of artificial intelligence technologi in an academic writing class: How do Indonesian students perceive?. Contemporary Educational Technology, 15(4), ep450. https://doi.org/10.30935/cedtech/13419.



*Published LINGO, Vol 4(2) Oct 2024

https://www.qiteplanguage.org/majalah 

VOLUNTRIP: JELAJAH DESA DAN TANAM KOPI

Sumber: Dokumentasi Pribadi Alhamdulillah. Akhir bulan lalu, aku dan keluarga bisa menyempatkan waktu mengikuti kegiatan voluntrip , yang di...