Kamis, 13 Juni 2019

THE GHOST WRITER


https://www.idntimes.com/
Hai... artikel ini sengaja di-rewrite dan repost (blogpost pertama akhir 2017 lalu) begitu H-1 lebaran kemarin lihat baliho promo film Ghost Writer (ala Indonesia, hiehie). Oh ya, masih masa tayang di beberapa bioskop juga di Semarang nih. Aku sudah nonton barusan. Film garapan Ernest Prakasa dan Chand Parwez ini,  secara letterlijk menggambarkan judulnya: hantu penulis, :)

Sebenarnya berasa dejavu sih, 2 tahun lalu ketika menulis draft artikel ini terpikir kalau awam mendengar kata Ghost Writer, pasti fokusnya ke kata "Ghost". So, kalau kata itu menjadi judul novel, yang terpikir kemungkinan besar novel horor atau minimal ada sentuhan misteri, begitupun bila merupakan judul film. Sementara, Ghost Writer dari artikel yang saya tulis pada artikel awal ialah sebuah istilah dalam dunia penulisan. Makna istilah tersebut terejawantah dengan sempurna pada film The Ghost Writer (ala luar negeri, hiehie) berikut ini!

=============================================================

ghostwriter-themovie.com

Hmm… tenang guys, tak ada hantu di sini! Lha apaan tuh? mengapa namanya begitu?


******************

Buku pertama yang selesai terbaca awal tahun ini (2017) adalah novel-nya Robert Harris, The Ghost Writer. Novel lawas ini di-publish GPU akhir 2008 lalu. Aku mendapatkannya dengan sangat murah, second-an di sebuah toko buku online, haha. Ketika hunting rutin, langsung terprovokasi dengan judulnya. Istilah ini tak asing buatku. Pertama tahu istilah ghost writing dari suhu editing a.k.a Mr. Bambang Trimansyah. So, sebelum membaca, ada sedikit gambaran “apa” yang akan diceritakan. 

******************

Well, dalam dunia kepenulisan, ghost writer (GW) atau penulis bayangan punya posisi tersendiri. GW menjadi semacam penyedia jasa kepenulisan, baik bentuk buku, artikel, teks pidato, dll. Hmmm... no name adalah pembeda hasil kerja GW dari penulis-penulis pada umumnya. Yaps, bila penulis buku umumnya kemudian begitu bangga mencantumkan namanya di halaman sampul buku, nama si GW akan tergantikan dengan nama klien yang menyewa jasanya tersebut. Buku tersebut menjadi “hak milik” klien.

Sebagai contoh, bila kalian mencermati atau membaca autobiografi atau memoar beberapa tokoh nasional, politisi, atau selebriti, bisa jadi tidak ada yang janggal. Standar. Biasa-biasa saja kan ya? Padahal sudah menjadi rahasia umum, walaupun bentuknya adalah autobiografi ada yang tak pernah menulis draft bukunya itu sendiri. Deretan autobiografi di rak-rak toko buku itu sebagian besar adalah hasil kerja GW. Hal tersebut sesuatu yang wajar, bila ditilik mendalam. Bisa jadi lebih karena kemampuan menulis dan sempitnya waktu si klien.

Beberapa negarawan misalnya, bisa jadi memiliki ide atau konsep pemikiran yang bernas, cerdas, dan berlimpah. Namun, beberapa dari mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan dalam bentuk tulisan, pun tak sanggup lagi membagi waktu diantara jubelan aktivitas keseharian. Jadi, perlu digarisbawahi, GW yang “beradab” memiliki komitmen kerja berdasarkan ide atau konsep si klien. Bahkan harus sepenuhnya mengikuti gaya klien, pun seolah “menjelma” menjadi pribadi si klien.

Saat ini, beberapa pihak mulai terbuka terhadap profesi GW. Di negara maju, USA misalnya, GW ialah profesi yang bergengsi. Banyak yang mengidamkan berprofesi laiknya Jonathan Favreau (Jon Fav), pemuda klimis (hahaha) yang berposisi sebagai White House Director of Speechwriting. GW-nya Presiden Barack Obama. Hampir keseluruhan pidato mulai dari masa kampanye dulu ialah hasil “olahan”-nya, bahkan konon termasuk tagline Obama yang sangat melekat dan memikat: “Yes, We Can!”. Dalam perkembangannya memang ada istilah khusus speech writer untuk GW khusus penulisan naskah pidato. Pun belakangan muncul pula istilah online ghost writer, khusus untuk penyedia jasa penulisan dalam bentuk daring (online), penulis laman bagi suatu perusahaan besar misalnya.

Walau banyak pihak (klien) yang terbantu dengan adanya GW, ada baiknya si klien tetap mengecek keseluruhan draft sebelum naik cetak ataupun sekadar publish di media cetak maupun daring. Banyak contoh tulisan atas nama tokoh (apalagi yang berlatar belakang akademisi) yang justru meruntuhkan kariernya karena tersandung plagiasi. Setelah ditelisik lebih dalam, ternyata tulisan itu hasil kerja asistennya. Yepp, ada pula secara tidak langsung asisten seseorang adalah GW pribadinya. Walau pola kerjanya sama dengan GW profesional, bisa jadi beda kompensasi yang diterimanya.

*******************************

       Gambaran mengenai pola kerja GW bisa dinikmati pada film The Ghost Writer. Film produksi 2010 ini adalah adaptasi dari novel dengan judul yang sama. Pierce Brosnan berperan sebagai Adam Lang, Perdana Menteri Inggris yang berkenan dibuatkan memoar-nya oleh seorang GW profesional dengan perantara agen penerbitan di kota London. Konflik muncul ketika ada bagian dari sejarah yang ingin “dipelintir” demi pencitraan. Sementara si GW, punya naluri ada ketidakberesan selama proses mendapatkan data melalui wawancara mendalam.

Alur ceritanya tenang khas film adaptasi lah (hahaha), tentu itu pendapat pribadi, guys! Karena masih ku pertahankan idealisme lama: tak akan menonton film-nya sebelum membaca novel/buku yang diadaptasinya! Menyitir pernyataan Einstein: your imagination is your preview. Lebih merdeka, lebih suka. See u!

Graha Sartika A/3
8.11 pm

30 komentar:

  1. Penasaran pake banget, pengen baca novelnya, juga nonton filmnya. Konon lagi pemerannya Piece Brosnan...idolaku.

    BalasHapus
  2. Nahhh.. iniii.. memang bener mendingan baca bukunya dulu ya sebelum nonton filmnya. Karena bisa jadi apa yang tampil di film tidak sesuai dengan apa yang kita bayangkan saat membaca bukunya. Seringnya sih kejadiannya gitu ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yups mb Niek. Imajinasinya jadi berantakan kalau dibalik. Jadi, tak apa deh masa tayang lewat, ntar bisa nyari di youtube. Penting antrean baca bukunya dulu :)

      Hapus
  3. aku sudah baca dan nonton yang GE versi bule, bagus emang, kalau yang GW indonesia alias hantu itu belum, maklum, si kecil belum bisa ditinggal ke bioskop hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku udah nonton akhirnya mb Wuri, yaaaa horor kocak gitu lah. Btw, ternyata secara esensi sama sih, dia juga nge-GW ini novel yang disusun tokoh utamanya.

      Hapus
  4. Langsung masuk liat tontonan nih, kusuka film2 adaptasi kek gini

    BalasHapus
  5. Aku malah biasanya kurang suka nonton film adaptasi novel..karena imajinasiku saat baca novel bisa hancur berantakan..haha . BTW, di neg kita juga sdh banyak GW kan ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tosss mb Mechta :)

      Iya, di Indo banyaaaak banget juga. Kok nggak ketahuan? ya iya lah ya, kan rahasia :)

      Hapus
  6. Dulu tuh sempat bertanya2 loh ghost writer itu apa. Trus cuma tau sekelumit aja. Eh ternyata udh jadi profesi yg lumayan jg ya. Btw filmnya itu katanya bagus? Hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yups mb, udah banyak yang nge-side job GW.
      Mb Lulu nanya yang film GW versi Indo atau luar nih? :)

      Hapus
  7. Kalo novel dan film Ghost Writer dari luar, aku udah baca dan nonton. Beneran GW dari penulis yang ada di balik layar. Beda dengan ghost writer yg karya anak negeri sarat dengan hantu, meski kocak tapi aku belum nonton. Teman nontonnya yaitu suami kurang suka kalo genre horor

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan dipaksa deh mb Wati. Takut kecewa. But, overall cukup menghibur lah :)

      Hapus
  8. Aku juga lebih suka baca bukunya karena pasti lebih menjiwai tapi kadang penasaran juga sama filmnya karena ekspetasi tiap orang kan pasti beda ya...

    BalasHapus
  9. Iya walaupun namanya hantu dan invisible, honornya lumayan pisan ya, apalagi yang nulis biografi gitu, aku pun mupeng hehe belajar nulis biografi yang enak dulu dehh

    BalasHapus
  10. Jujur pas aku liat baliho film ghost writer Indonesia aku keprngen nonton kirain ceritanya ttg kehidupan ghost writer ternyata kok ttg hantu,langsung males deh. Kalo ghost writer yg ini aku pengen banget nonton,seru kayanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Versi luar bisa cuzz di youtube kayaknya, mb. Soalnya GW luar sudah 2010-an lalu rilisnya.

      Hapus
  11. Dulu, awal-awal ngeblog, aku pernah jadi ghost writer, Mbak, di salah satu web terkenal. Tapi, sekarang webnya ambles entah ke mana. Hilang. Dulu per hari aku bisa menghasilkan 7 artikel dengan jumlah kata minimal 300 kata. Hihi. Mayanlah, dulu bisa buat jajan dan beli buku pas kuliah. Sekarang, kalau misalnya ada lagi, aku masih mikir-mikir sih, capek euy. Pilih nulis di vlog sendiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Serius mb? asik ih.
      Beda zaman beda kebutuhan ya, mb. Sekarang mending list konten buat blog pribadi ya :)

      Hapus
  12. Mba aku tuh mau nonton ini tapi belum tayang pas kapan itu
    eh sekarang udah tayang justru aku lupa. Penasaran soalnya judulnya itu suka banget

    BalasHapus
  13. Pas baca judulnya, aku pikit review Ghost Writernta Ernest, eh ternyata Ghost Writer yg lain. Menarik emang ini profesi ghost writer. Tp kalo aku pribadi, jd GH tu cm dikenal karyanya aja, creator-nya nggak diketahui. Kok sedih ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. GW-nya Ernest menghibur juga kok, mb. Hmmm... itu konsekuensi mungkin ya mb. Tepatnya konsekuensi dari sebuah pilihan untuk jadi GW :)

      Hapus
  14. Aku belum baca buku dan nonton yg versi indonesia ataupun bule nih, kmren temen abis nnton yg indonesia dkasi spoilernya 😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terus?
      Muncul penasaran atau malah membunuh rasa penasaran, mb? :)

      Hapus
  15. Kirain ini GW yang sedang tayang di bioskop eh ternyata bukunya, ya. Penasaran pengen baca. Pengen tahu juga, kenapa ada profesi ini dan gimana cara kerjanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang film GW Indo kapan-kapan deh bikin review-nya mb :)
      Checking toko buku online yang lawas-lawas gitu mungkin akan ketemu, mb.

      Hapus

KULIAH PAKAR ADOBSI