AJARAN BERNAS DARI BU NAS
Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi |
Tidak usah berlebihan ya… ini peristiwa biasa, yang
akan dilalui siapa saja…
Begitu pesan Bu Nas, jelas kudengar dari bilik sebelah. Beliau sedang berbincang dengan ketua jurusan ihwal “perayaan” purnatugas. Kami bertiga di ruang dosen siang itu. Aku tidak sedang mencuri dengar, ketua jurusan sengaja memintaku untuk “bersaksi” atas apa yang menjadi kesepakatan. Sepanjang obrolan, aku lebih sering diam, manggut-manggut, dan berusaha cermat menyimak isi pembicaraan. Pada beberapa bagian obrolan, aku mendapati penegasan atas nilai baik yang telah lama kusematkan kepada Bu Nas: tanggung jawab dan kesederhanaan.
***
Aku mengenal Bu Nas sejak akhir 2008. Iya, sudah cukup lama. Menuliskan pengalaman berinteraksi dengan beliau seperti mengingat kembali masa-masa memulai belajar menekuni profesi ini. Beberapa momen baik, terutama dalam kebersamaan di kampus masih terekam hingga saat ini. Pernah pada tahun-tahun awal, aku agak bingung memberi jawaban atas pertanyaan mahasiswa mengenai nilai akhir yang diterimakan. Mahasiswa tahun pertama tersebut mengirim pesan hingga 3x dan bertanya apakah masih bisa mendapat kesempatan perbaikan nilai dengan tugas tambahan. Aku kekeh bahwa durasi dan instruksi tugas yang kusampaikan sebelumnya sudah cukup jelas.
Pagi itu, kulihat Bu Nas rehat di
ruang kerja (sebelum renovasi), dalam bilik yang memunggungi jendela. Setelah
memulai obrolan ringan, aku bertanya ihwal bagaimana harus menyikapi permintaan
mahasiswa yang demikian. Bu Nas memberi arahan berdasarkan pengalaman. Beliau
menyampaikan bahwa kontrak perkuliahan di awal pertemuan amat penting untuk
dasar menyelesaikan masalah-masalah demikian. Artinya, kontrak perkuliahan
bukan sekadar aktivitas awal yang rutin untuk memulai pembelajaran, melainkan
pegangan terkait berbagai aturan sampai dengan akhir perkuliahan, termasuk soal
penilaian. Bu Nas juga menegaskan bahwa yang disebut kontrak berarti harus
disepakati kedua belah pihak, dosen dan mahasiswa.
Kemudian, Bu Nas menceritakan pula pengalaman ketika menemui permasalahan yang sama. Selain ketegasan sesuai kontrak perkuliahan, prinsip keadilan juga perlu digengam saat memberi penilaian. Pemberian kesempatan perbaikan bagi semua mahasiswa dan menggunakan alat ukur penilaian yang sama, misalnya, termasuk ketika mempertimbangkan akan memberi bonus nilai kepada beberapa mahasiswa.
***
Kesempatan belajar dari Bu Nas, aku dapatkan juga ketika turut mengkoordinatori program kuliah kerja lapangan (KKL). Beberapa kali kami memberi pendampingan ke Bali, Malang, Bandung, Jakarta, dan Surabaya. Pengalaman yang paling kuingat saat pendampingan program KKL tahun 2015. Ketika itu, tujuan program KKL ke Malang-Bali bersama sekitar 170-an mahasiswa dan 8 dosen pendamping. Alhamdulillah agenda berjalan lancar. Namun, sampai dengan hari keempat di Bali, kami mulai menyadari ada ketidakberesan dengan penyedia jasa perjalanan wisata yang kami gunakan. Biro perjalanan tersebut tidak menepati beberapa kesepakatan dengan pihak ketiga yang turut berimbas kepada kami serombongan. Salah satu bus tertahan di penginapan selama beberapa jam sebagai dampak ketidakberesan. Bu Nas memberi arahan kepada kami para dosen pendamping agar tetap tenang, terus mengupayakan solusi, dan meminta keseluruhan agenda KKL tetap dijalankan.
Dalam fokus yang mulai kacau, kami masih tetap menyelesaikan kunjungan akhir di Balai Bahasa Provinsi Bali. Bu Nas berpesan agar pemberitahuan kepada para mahasiswa mengenai kondisi ketidakberesan tersebut ditangguhkan, agar tidak menimbulkan kepanikan. Aku pribadi cukup terpukul ketika itu, mengingat selama bertugas sebagai koordinator, tahun 2015 adalah kali pertama aku terlibat langsung di lapangan. Saat makan malam bersama, Bu Nas mencoba menenangkanku bahwa ini hal baik untuk dijadikan pembelajaran. Beliau mengingatkan bahwa proses pemilihan biro perjalanan ini dilakukan bersama-sama oleh tim. Oleh karena itu, tanggung jawab bukan tanggung jawab pribadi melainkan tanggung jawab bersama yang harus dituntaskan sampai dengan akhir program. Alhamdulillah, rombongan sampai di Semarang sesuai rencana awal dan pihak biro perjalanan bersegera pula menyelesaikan semua permasalahan.
***
Pengalaman mencermati pola kerja Bu Nas pernah kutuliskan pula dalam catatan ringan di Instagram. Kutulis ulang dengan berbagai penyesuaian tanpa mengubah esensi. Ketika itu, (hampir) seluruh dosen jurusan diminta untuk simulasi menggunakan learning management system (LMS) Pendidikan Profesi Guru (PPG) sebagai salah satu persiapan sebelum diimplementasikan. Kami dibagi dalam beberapa tim. Aku dan Bu Nas tidak berada dalam satu tim, tetapi tim kami hampir selalu bekerja bersama dalam satu ruangan.
Kegiatan bersama tersebut berlangsung 3-4 hari. Selama kegiatan, aku mencuri-curi amatan dalam beberapa kesempatan. Dalam kinerja hampir seminggu, menurutku pilihan sikap Bu Nas cenderung berbeda. Saat yang lain berburu dengan kecepatan (termasuk aku), beliau konsisten dengan ritme kerja sendiri. Bu Nas selalu mengawali dengan mencermati instruksi yang muncul dari setiap poin tugas. Kemudian, respon yang diberikan pada setiap isian tugas benar-benar hasil diskusi tim. Sepertinya, asumsi ah... paling tugas sekadar formalitas itu tidak berlaku bagi beliau. Apalagi, yang cuma model salin tempel jawaban teman. Beliau bertanggung jawab penuh atas tugas yang sudah di-iya-kan.
Selang beberapa hari setelah kegiatan, jelang dini hari, aku nekat mengirim pesan kepada Bu Nas. Tentu saja, isi pesan kuawali dengan permohonan maaf atas ketidaksopanan. Dalam pesan yang terkirim, aku menyampaikan terima kasih atas inspirasi baik yang beliau berikan. Iya, yang seperti ini: tentang integritas yang dijaga dengan amat pantas. Benar, aku meyakini tidak ada pribadi sempurna. Oleh karena itu, menemukan sisi baik dari seseorang adalah sebuah anugerah dan peluang. Iya, peluang baik untuk meneladani.
***
Sebagai junior, setiap mengingat Bu Nas, aku langsung teringat Bu Prapti pula. Iya, Almarhumah Ibu Dra. Suprapti, M.Pd., yang sudah lebih dahulu purnatugas. Bagaimana tidak, beliau berdua adalah “ibu jurusan” yang perannya tidak melulu soal dunia perkuliahan. Salah satu hal yang masih terasa sampai sekarang adalah ajaran untuk guyup sosial antarsesama warga jurusan. Oleh karena itu, aku senang sekali ketika mendapati momen Bu Nas dan Bu Prapti bersua saat takziah putra pertama Bu Prapti. Kuangkat ponsel segera, cekrek! Berharap jadi dokumentasi atas jalinan pertemanan baik antara beliau berdua.
Dalam durasi yang tidak lama, aku berkesempatan mencermati dan menikmati bagaimana beliau berdua saling bertatap muka, menepuk pundak secara perlahan, dan berbagi tingkah nyaman yang sarat penguatan. Tutur kata keduanya dalam tempo lamban, saling mengingatkan banyak hal lampau dengan menyenangkan. Namun, bagiku yang paling terasa dari komunikasi singkat itu adalah ketenangan. Barangkali, hal itu adalah salah satu indikator persahabatan: yang sebenarnya. Tidak terasa ada kerisauan, tanpa beban, dan riang mengekspresikan perasaan.
***
Sumber Gambar: https://e-katalog.lkpp.go.id/ |
Mb Santi… Bu Nas pamit ya, besok
sudah Kamis…
Rabu terakhir bulan November lalu,
Bu Nas berseru demikian sesampai di bilik beliau. Aku segera berdiri, melongok
ke kiri, dan mendapati bilik Bu Nas sudah “bersih”. Beliau menyampaikan barang-barang
sudah diangkut ke rumah dan esok hari adalah TMT masa pengabdian beliau sebagai
pegawai negeri sipil. Berbatas sekat bilik, kami mengobrol sebentar.
Kusampaikan terima kasih berulang dan permohonan maaf atas hal-hal yang kurang
berkenan selama berinteraksi. Kusampaikan pula serangkaian doa sederhana untuk
Bu Nas dan keluarga. Senang sekali mendapati Bu Nas menyelesaikan masa
pengabdian dengan sangat baik dan dalam keadaan sehat. Terakhir, beliau
menyampaikan rencana-rencana setelah purnatugas. Dalam haru, aku turut
mengamini, semoga rencana-rencana baik Bu Nas terwujud dan manfaat. Amin.
*telah dipublikasikan pada Kumpulan Esai "Ajaran Bernas dari Bu Nas"
Penerbit Cipta Prima Nusantara, Januari 2023
Komentar
Posting Komentar