Sabtu, 29 Oktober 2022

KESEMPATAN BERUBAH ITU ADA, BILA MAU!

 

Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi

Apa indikator buku yang baik?


Pertanyaan itu pernah disampaikan mahasiswa di kelas ketika membahas tentang kriteria buku best seller. Ketika itu, banyak mahasiswa mempersepsi bahwa buku best seller adalah buku yang baik. Atau sebaliknya, buku yang baik adalah buku yang best seller. Pendapat yang tidak salah, bila “baik” yang dimaksud dari sisi angka penjualan. Kriteria best seller ada pada kata kunci seller, yups bagaimana pasar merespon dengan besaran kuantitas keterserapan yang konkrit.


Bila pertanyaan di atas dalam konteks “baik” dari sisi isi/esensi atau kebermanfaatan maka pembaca cukup bebas merdeka untuk mengklaim buku yang baik versinya. Subjektif? Menurutku iya. Pernah kubaca pendapat dari Pak Bambang Trim, praktisi perbukuan, bahwa buku yang baik adalah buku yang “bertemu” dengan pembaca yang tepat. Artinya, apa yang menjadi kontennya relate dengan kebutuhan atau keingintahuan pembacanya. Sepertinya, poin relate inilah salah satu yang membawa potensi untuk menjadikan buku tersebut sebagai buku favorit.


------


Aku menemukan unsur relate itu saat nyamil buku Mindset karya Carol S. Dweck. Buku pemberian salah satu alumnus ini membius dan mengantarkanku ke saat-saat aku mikir bahwa “udah saatnya berubah”. Bersyukur karena bukan berarti dulu aku melakukan hal yang fatal, melainkan pada satu pemikiran bahwa lebih baik itu masih sangat bisa diupayakan bila ada kemauan. Normatif, tetapi kurasa saat ini efek kemauan berubah itu cukup besar andilnya. Sepertinya halnya satu kajian pustaka yang dilakukan Dweck, menyebut bahwa “setiap orang dapat berubah dan berkembang melalui pembelajaran dan pengalaman”.


Dalam buku ini, Dweck mengklasifikasi pribadi dengan pemikiran yang tetap dan pemikiran yang tumbuh. Menurutnya,  pribadi dengan pemikiran yang tumbuh tidak akan memberi label tertentu pada dirinya dan tidak menyerah. Meskipun kecewa, mereka siap mengambil risiko, menghadapi tantangan, dan tetap menjalani hidup dalam versi terbaiknya (hal. 12). Artinya, pribadi dengan pemikiran tumbuh begitu percaya dengan konsep “upaya”. Label pribadi juga cukup memberi pengaruh, betapa banyak orang yang kadang terlalu menilai buruk kemampuannya sendiri.


Aku akan menuntaskan buku ini (baru sampai hal 73) untuk lebih tahu konsep pemikiran yang tumbuh. Syukur bila dapat transfer energi untuk memiliki ketekunan dan daya tahan yang baik dari esensi buku ini. Menjadi pribadi yang mencintai tantangan, percaya terhadap usaha, tabah menghadapi kemunduran, dan mendapati sukses yang lebih besar tentu bukan hal yang mudah, kucoba saja dulu šŸ˜Š



#1W1P

#GandjelRel

Kamis, 20 Oktober 2022

MEMIRSA SINETRON ALA KOREA

 

Sumber Foto: reddit.com


Memirsa drama Korea sensasinya sama dengan menonton sinetron Indonesia. Namun, dengan kelas atau level yang berbeda. Pernyataan tersebut tentu saja asumsi pribadi yang bersifat subjektif, minimal berdasarkan pengalaman pribadi. Menikmati beberapa drama Korea, kesan pertama yang kutangkap: kembalikan waktukuuuuu! hahaha. Durasi yang cukup panjang, rata-rata 60-90 menit per episode dengan minimal 12 episode cukup menguras waktu. Soal durasi, tak jauh beda dengan sinetron Indonesia, rata-rata juga segitu. Bedanya, dulu aku menuntaskan sinetron dengan mengikuti jadwal rutin penayangannya di televisi (oh, aku sudah lupa entah tahun berapa "melahap"-nya). Karena per minggu hanya satu kali tayang (non-stripping), rasa kangennya dapet karena ditunggu peralihan dan jalan cerita berikutnya. Yang versi stripping, lumayan lah per hari selalu ada tetapi dengan jadwal yang kontinu. 

Beberapa drama Korea yang kuingat pernah tuntas memirsa antara lain The Heirs, What Wrong With Secretary Kim?, When My Love Blooms, Suspicious Partner, Crash Landing on You, Start Up, dll. Banyak pula yang kuintip-intip saja karena cukup populer tetapi tidak sampai tuntas memirsa, antara lain Descendants of The Sun, Its Okay not to be Okay, The World of Married, dsb. Dari sekian yang kuingat, Crash Landing on You menempati urutan pertama terfavorit. Aku terpesona dengan penokohan Kapten Ri (tidak termasuk Hyun Bin ya! hahaha). Namun, alasan yang utama adalah kemegahan ide cerita yang kompleks dengan membawa suasana politis antara Korea Selatan dan Korea Utara. Ini menarik karena kompleksitas tersebut terbawa secara detail sampai dengan dialog dan tingkah laku pemerannya.

Adegan terfavoritku dari drama Korea ini adalah ketika empat teman Kapten Ri menyusul ke Korea Selatan. Pengambaran "rasa takjub" mereka atas suasana dan kondisi Korea Selatan, menurutku, sedikit memberi gambaran bagaimana kehidupan faktual mereka (para tokoh) di Korea Utara. Bagaimana ketakjuban akan akses air bersih yang melimpah, listrik yang tanpa batas daya, selain memang menggambarkan pula gap antara kehidupan mereka secara pribadi sebagai prajurit dengan Seri sebagai anggota keluarga konglomerat Korea Selatan. Berharap akan banyak cerita-cerita anti mainstream seperti ini yang bisa ditemui pada drama-drama Korea berikutnya. Atau, boleh juga kalau akan dibuat sequel kedua. Bisa jadi, aku akan menonton lebih dari 5x pula, bila kualitas cerita sebaik yang pertama :)

#1W1P
#GandjelRel

Sabtu, 15 Oktober 2022

TETAPLAH BERSYUKUR!

 

Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi


Semacam "kitab" yang mengingatkan urgensi rasa syukur atas apapun yang kita hadapi dalam kehidupan. Menurut saya, buku ini "ringan" dan bisa diakses mulai dari anak seusia jenjang dasar sekalipun. Bahasa mudah dimengerti. Isi dominan berisi repetisi atas tips langkah mudah menjadi pribadi yang penuh syukur. Kutipan favorit: "Orang yang tidak sudi mensyukuri nikmat yang kecil berarti melepaskan nikmat yang besar". Selamat membaca!




Selasa, 11 Oktober 2022

ELEMENT OF SURPRISE DALAM KONTEN VIRAL

Sumber Foto: Tribun Pontianak


Istilah viral telah menjadi istilah yang familier bagi masyarakat saat ini, khususnya masyarakat pengguna media sosial. Kata dasar viral secara harfiah bersifat cepat menyebar secara luas. Di ranah media sosial, istilah viral merujuk pada penyebaran konten dari satu pengguna/akun kepada pengguna/akun lain. Perilaku memviralkan (viral behavior) dengan klik likes, share, dan comments dilakukan pada konten-konten yang menarik bagi pemilik akun. Artinya, konten menjadi suatu komoditas yang sengaja diproduksi (user generated content), disebarluaskan, dan dikonsumsi oleh masyarakat pengguna media sosial. Dengan lonjakan kuantitas konten yang sebanding dengan kecakapan pengguna media sosial saat ini, potensi viralitasnya menjadi amat tinggi.


Selain kecakapan digital masyarakat pengguna media sosial, terdapat beberapa faktor lain yang dapat menjadi penyebab viralitas sebuah konten (Agustina, 2020). Faktor-faktor tersebut antara lain: (1) konektivitas antar pengguna yang menjadi salah satu karakteristik media sosial, memungkinkan munculnya budaya berbagi (share) dan reshare/repost konten; (2) penyebaran konten kepada khalayak luas sebagai upaya peningkatan jangkauan ketersebaran konten (reach) oleh pengguna yang memiliki jumlah pengikut banyak (influencer); dan (3) element of surprise dalam konten yang memunculkan keterlibatan emosi pengguna media sosial lainnya, sehingga memotivasi untuk menyukai, membagikan ulang, atau mengomentari unggahan tersebut.


Saya pribadi pernah merasakan keterlibatan emosi dalam salah satu konten viral. Dua bulan lalu, ada sebuah pontingan viral berupa video menunjukkan seorang siswa memberikan gestur yang sangat sopan pada pengemudi mobil, yang memberikannya kesempatan untuk menyeberang jalan. Video tersebut pertama kali diunggah oleh pengguna media sosial Instagram. Sangat jelas terlihat, seorang anak menggunakan seragam Pramuka hendak menyeberang jalan. Pengemudi mobil sejurus kemudian melambatkan laju untuk memberi jalan kepada sang anak untuk menyeberang. Terlihat, setelah Ia berhasil menyeberangi jalan, Ia melihat ke arah sopir mobil, memberi salam sambil mengatupkan tangan, dan menganggukkan kepala sebagai tanda berterima kasih sudah diberi kesempatan.


Saat pertama melihat video tersebut, rasanya campur aduk. Utamanya terharu, takjub dengan adab terima kasih yang disampaikan dengan teramat lembut dan sopan. Postingan viral ini juga mendapat banyak komentar positif dari warganet (netizen) lainnya. Secara pribadi, saya belajar dari anak berseragam Pramuka tersebut, bagaimana unggah-ungguh wajib terus dipertahankan, pada siapa pun (kenal atau tidak), kapanpun, dan dimana pun itu. 

#1W1P
#GandjelRel


Selasa, 04 Oktober 2022

DUKA DI KANJURUHAN: MENILIK PROSEDUR KESELAMATAN PARA SUPORTER CILIK

 

Sumber Foto: https://www.republika.co.id/

Astaghfirullah. Ucapan pertama begitu kubaca headline di feed salah satu portal berita daring saat scrolling time jelang tidur malam tiga hari lalu. Straight news yang muncul baru sekadar memberitakan ada peristiwa kerusuhan pascalaga tuan rumah Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang. Baru beberapa jam kemudian, lewat tengah malam, feed hampir seluruh akun berita yang ku-follow menyampaikan jumlah korban yang mencapai ratusan orang. Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji'į»„n.


Esok harinya, 2 Oktober 2022, pemberitaan kian gencar. Kuperhatikan, sudut berita beragam, mulai dari isu kronologi kejadian, pelanggaran prosedur penangganan kericuhan, keputusan penggunaan gas air mata di dalam stadion yang tidak sesuai ketentuan Federasi Sepakbola Internasional (FIFA), urgensi pendidikan karakter untuk mau dan berani menerima kekalahan, hingga jumlah korban anak dan remaja yang tidak sedikit jumlahnya. Semua sorotan bahasan tersebut terasa begitu mengerikan seiring video-video yang terus bermunculan di media sosial dan pemberitaan media massa elektronik mengenai fakta kejadian di Kanjuruhan.


Dari beberapa isu yang menjadi bahasan, isu mengenai banyaknya korban yang berusia anak-anak (bahkan balita 4 tahunan) yang paling menarik perhatianku. Pertandingan ini jelas digelar malam hari, jadwal sudah jauh-jauh hari di tangan, bukan tanpa perubahan atau pergeseran penyelenggaraan. Artinya, secara internal orang tua sangat bisa memperkirakan bagaimana situasi laga kala malam, dalam durasi yang tidak sebentar. Secara eksternal, prosedur keselamatan dan keamanan, terutama bagi para suporter cilik juga perlu ada kekhususan.


Pertimbangan terhadap risiko pada suporter cilik cukup beragam, mulai dari melihat langsung berbagai bentuk kekerasan yang mungkin terjadi di dalam maupun di luar stadion, menjadi korban kericuhan, atau kehilangan nyawa, seperti yang sangat fatal terjadi di Kanjuruhan. Potensi risiko bagi para suporter cilik tersebut, perlu ditindaklanjuti dengan manajemen risiko dan manajemen mitigasi. Wajib ada pendampingan, mengupayakan tribun khusus, dan aturan khusus tidak menonton langsung bila pertandingan diselenggarakan pada malam hari direkomendasikan oleh komunitas Save The Children Indonesia.


Peristiwa Kanjuruhan harus menjadi pengingat bagi semua pihak, baik panitia penyelenggara, suporter, wasit, pihak keamanan, dan pembuat kebijakan agar peristiwa yang sama tidak akan pernah terulang. Perbaikan dari semua sisi perlu terus diupayakan untuk masa depan sepakbola Indonesia yang lebih baik. Duka di Kanjuruhan bukan semata soal olahraga, ini duka kemanusiaan bagi Indonesia dan dunia.

#1W1P
#GandjelRel

Senin, 03 Oktober 2022

SATYALANCANA KARYA SATYA X

 
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Alhamdulillah. Tanda kehormatan ini sebagai pengingat, sudah 10 tahun (+) masa pengabdian di UNNES. Benar, pengingat apa saja yang sudah bisa dikontribusikan dan apa saja yang perlu direncanakan untuk menekuni masa-masa pengabdian berikutnya. Terus berdoa semoga Allah Swt senantiasa memberi kesehatan dan kemudahan. Berharap lebih mampu mengontrol diri, mengelola prioritas, dan memanajemen waktu dengan baik. Amin.


KULIAH PAKAR ADOBSI