Jumat, 25 November 2022

1W1P: TANTANGAN, TERTANTANG, MENANTANG

Sumber Foto: tokopedia.com

 

Alhamdulillah. Akhirnya sampai juga pada periode terakhir tantangan 1 week 1 post-nya komunitas Gandjel Rel Semarang (Gres). Pertama kali tahu info program ini dari grup WA anggota. Kupikir “seru juga nih tantangan”, mengingat ada waktu yang harus disisihkan untuk menulis, walau tidak sibuk sekali dan tidak selalu tahu banyak hal. Tanpa pikir panjang, langsung klik tautan untuk gabung dalam second line grup WA komunitas, khusus untuk program ini. Beberapa teman Gres turut serta pula walaupun tidak semua. Berada dalam lingkungan yang positif, kuyakini turut mengiringku ke arah positif pula. Begitu masuk dalam grup, penjelasan dari admin grup yang cukup instruktif dan sangat jelas amat membantuku memahami aturan dan ketentuan yang kemudian menjadi kesepakatan.


Menurutku dari sekian banyak aturan dan ketentuan, yang terseru adalah ketentuan tema yang diberikan setiap akhir pekan dan aturan mendapatkan poin dari setiap tantangan menulis yang tertuntaskan. Huhuhu, awalnya aku memahami pelan-pelan, mengira-ngira kemampuan, dan langsung tancap gas mulai tertantang menaklukkan. Aku masih ingat periode pertama bertema “Kanjuruhan”. Saat itu, tema ini sedang hangat dibicarakan. Namanya saja tema, tentu saja cakupannya luas dan besar. Aku memilih mengambil sudut pandang dari sisi penonton anak-anak yang turut banyak menjadi korban. Selesai periode pertama, periode-periode berikutnya bisa kuselesaikan walau beberapa mepet dengan tenggat waktu pada akhir pekan.


Dari delapan tema yang dilempar, buatku satu tema termudah adalah buku favorit. Relatif mudah karena aku bisa mengeksplorasi dengan cepat hal apa yang akan menjadi bahan tulisan. Well, termudah ya cerita saja buku yang saat itu sedang kubaca. Buku “Mindset”-nya Carol S Dweck lah yang kemudian kena sorot untuk diulas pada bagian-bagian awal yang telah tuntas kubaca sebelumnya. Bagiku, tema yang paling menantang adalah tema periode 7: “kebaya merah”. Walau bebas, anggapan yang dominan muncul di pikiran tentu terkait kasus viral konten dewasa yang diperankan wanita muda berkebaya merah. Aku tidak terlalu mengikuti kasus tersebut, sekilas saja membaca beberapa headline koran yang mengangkat kasus tersebut. Nah, di sinilah upaya untuk mendapat bahan tulisan, eksplorasi angle, dan penentuan akhir dibutuhkan. Aku coba membaca beberapa referensi terkait pornografi yang terfokus pada dampak bagi anak, kemudian memutuskan untuk menuliskan tips sederhana terkait upaya preventif yang bisa dilakukan orang tua.


Wuuuh… selesai walau tidak terlalu puas dengan keseluruhan tulisan, tetapi membaca delapan tulisan nangkring di beranda laman pribadi setiap minggu adalah sebuah pencapaian. Terima kasih wahai tim GR atas program ini. Mari berlanjut! 😊


#1W1P
#GandjelRel


Kamis, 24 November 2022

PREVENTIF ATAS KONTEN SENSITIF

Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi

 

Beberapa minggu lalu, jagad Twitter dihebohkan dengan kemunculan konten bertajuk “kebaya merah”. Selintas, penggunaan diksi yang viral ini cukup provokatif bagi yang baru mendengar atau membaca. Memang ada apa dengan kebaya merah? Begitu dominan respon awal yang muncul. Setelah ditelusur lebih dalam, istilah ini dipakai untuk mendeskripsi wanita dalam satu video berkonten dewasa yang mengenakan baju kebaya berwarna merah. Tak ayal, cukup banyak yang terkecoh dengan istilah tersebut, tak terkecuali pengguna Twitter yang masih remaja atau (bahkan) masih berusia di bawah umur.


Banyak pihak, terutama orang tua tentu telah mengupayakan berbagai cara agar anak-anak tidak terpapar konten-konten yang demikian. Namun, kemerdekaan akses dan minimnya pendampingan saat anak-anak berselancar (searching), kadang menjadi pembuka kran atas akses konten-konten tersebut. Apalagi, penggunaan istilah yang mendukung viralitas konten juga tidak dapat selalu ditebak. Makin provokatif, makin intimidatif untuk membunuh rasa penasaran. Selain itu, tidak dapat dipungkiri, pendampingan maksimal tentu hal yang mustahil ketika orang tua atau orang dewasa di sekitar anak harus bekerja serta beraktivitas lain pula. Pun, anak-anak tidak selalu mengakses keseluruhan konten dengan perangkat atau jaringan internet di rumah.


Beberapa praktisi dalam berbagai bidang, seperti bidang pengasuhan (parenting), bidang literasi digital, bidang komunikasi memberi cukup banyak tips yang perlu diupayakan orang tua dalam meminimilisasi dampak buruk akses terhadap konten-konten yang belum sesuai usia anak. Upaya tersebut lebih mengarah kepada upaya preventif, antara lain mengaktifkan google safesearch mode, screentime mode, dan parenting controls mode. Aktivasi atas beberapa mode yang tersedia tersebut tentu bukan tanpa konsekuensi. Namun, upaya perlu dicoba daripada muncul penyesalan nanti.


Aktivitas google safesearch mode dapat diaktifkan dengan melakukan pengaturan atas peramban (browser) yang biasa digunakan oleh anak. Selain itu, mengaktifkan penelusuran aman juga akan memberi level penggunaan yang lebih “bersih” bagi anak. Keseluruhan perangkat perlu untuk dicek secara berkala oleh orang tua untuk memastikan apakah pengaturan yang telah dilakukan masih berjalan. Pengguna iPhones atau iPads dapat pula memanfaatkan fasilitas screentime mode untuk mengendalikan penggunaan gawai atau tablet oleh anak. Adapun fasilitas parenting controls mode, salah satunya memberi penawaran untuk pemantauan penggunaan media sosial. Beberapa fitur-fitur tersebut dapat dipelajari, disimulasi, dan diberdayakan oleh orang tua untuk menunjang upaya preventif meminimalisasi paparan konten-konten sensitif bagi anak.


#1W1P
#GandjelRel

Minggu, 13 November 2022

ANTUSIAS MENAPAK TILAS DENIAS

Sumber Foto: http://pilea-eureka.blogspot.com/

Senang banget. Iya, begitu gambaran perasaan ketika aku berada di dalam mobil jeep warna putih sore jelang petang hampir 15 tahun lalu. Mobil kekar itu membawaku dari Timika menuju Tembagapura, kota di atasnya. Jalannya terjal menanjak di jalanan keras bebatuan khas pegunungan. Aku yang duduk di bagian belakang terombang-ambing dan beberapa kali ingin muntah, mual sekali. Sesekali aku melirik lewat jendela samping, wuuuh… awan putih bersih bergumpal-gumpal ada tepat di sebelah kaca. Spontan aku nyeplos: “Kayak di (film) Denias ya”, dan sopir jeep dengan lekas menyahut: “Kan memang shooting-nya di sini”. 

===

Denias kutonton sebelum berangkat ke Tembagapura tahun 2007 lalu. Aku menyetujui kontrak mengajar persiapan ujian akhir bagi para peserta didik SMP di bawah Yayasan Pendidikan Jayawijaya. Ada dua tim yang berangkat, satu tim bertugas di Mimika dan satu tim bertugas di Tembagapura. Aku masuk tim yang bertugas di Tembagapura. Sesuai briefing awal, aku mengajar di sebuah sekolah yang berada dalam area PT Freeport Indonesia. Yang kutahu kemudian, Denias diangkat dari kisah nyata seorang anak bernama Janias, yang merupakan alumnus sekolah tempatku bertugas. Bahkan, banyak guru-guru sejawatku di sekolah tersebut yang terlibat sebagai cameo.

===

Alam Papua yang menakjubkan adalah visual yang terekam kuat dalam ingatan begitu rampung menonton film Denias. Selain hal itu, kisah perjuangan seorang anak daerah dengan setting sekolah, kostum khas, kondisi masyarakat sekitar sungguh memberi wawasan baru buatku. Denias ada dalam daftar ingatan awal yang muncul ketika aku ditanya: “Apa film favoritmu?” Bersyukur sekali, aku berkesempatan mengunjungi, menikmati, menghirup udara Papua, yang sebelumnya hanya kulihat di dalam film Denias. Aku tak mengerti detail mengenai kesenjangan atau politik kepentingan yang muncul di sana, tetapi aku menyaksikan bagaimana masyarakat asli tetap mempertahankan kekhasan yang dimilikinya. Beberapa kekhasan tersebut tercermin kuat pada beberapa peserta didikku pula. Kekhasan tersebut antara lain nama diri, pemertahanan bahasa asli dalam komunikasi sehari-hari, noken yang senantiasa menemani, dsb. Semoga, suatu hari nanti bisa berkunjung ke sana lagi.

#1W1P
#GandjelRel


Jumat, 04 November 2022

TETAP BACA BUKU MESKI MOOD SEDANG BUNTU!

 

Sumber: https://www.ekrut.com/media/bad-mood

Sebagai pecinta buku, saya kadang menemu rasa semangat yang membuncah pun rasa malas yang sangat untuk beraktivitas dengan buku. Mood swing cukup berpengaruh, walau tidak terlalu parah. Bila good mood, saya merasakan sekali “senengnya” baca buku, semangat nerima hal-hal baru, stabilo sana-sini bagian-bagian seru dan mindfulness, menikmati alur dan pola pikir penulisnya. Bagaimana bila sedang badmood? Terkadang dalam kondisi yang tidak ideal tersebut, saya coba untuk menolong diri sendiri 😊

 

Badmood yang saya rasakan biasanya karena amburadulnya manajemen waktu, yang akhirnya mbulet mau ngerjain yang mana dulu. Mengapa amburadul? Karena belum mampu menyingkirkan distraksi. Nah, rumit! 😊 Kalau sudah teridentifikasi masalah internal begini, tentu saya harus berupaya pula membantu diri secara internal pula. Buat saya, menyamankan diri menjadi senjata pertama dan utama.

 

Beberapa hal yang saya lakukan untuk coba menyamankan diri, antara lain mengikuti “arah” mood terlebih dahulu. Saat badmood, hakikatnya saya tetap ingin membaca, tetapi malas 😊 Bekal “ingin” itulah yang saya coba berdayakan. Minimal, saya mengikuti arah mood menuju ke buku genre apa. Artinya, tidak memaksakan harus membaca buku yang beberapa hari terakhir sedang dibaca dan coba diselesaikan. Selain itu, tidak melulu harus buku yang ada kaitannya secara akademis dengan posisi saya sebagai mahasiswa atau sebagai pengajar. Buku-buku selfhelp, buku-buku agama, novel yang saya miliki punya kans yang sama untuk saya pilih dan kemudian baca 😊 Intinya, baca dengan hati senang, merdeka, dan tanpa tuntutan apapun.

 

Yang coba saya lakukan pula untuk tetap akrab dengan aktivitas baca dalam kondisi badmood adalah menata setting baca, baik coba membaca di luar ruangan (outdoor) atau kadang tetap memilih di dalam ruangan (indoor). Selain itu, waktu beraktivitas dan posisi baca juga perlu disesuaikan dengan mood yang sedang kacau 😊 Hakikatnya mengupayakan untuk tetap beraktivitas baca dan siap dengan segala atmosfer yang akan diarungi. Terkait durasi baca, saya biasanya menggunakan aplikasi Forest App untuk membantu menyingkirkan distraksi. Bagi saya, tingkat keefektifannya masih rendah tetapi cukup membantu 😊


#1w1p
#GandjelRel

Sabtu, 29 Oktober 2022

KESEMPATAN BERUBAH ITU ADA, BILA MAU!

 

Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi

Apa indikator buku yang baik?


Pertanyaan itu pernah disampaikan mahasiswa di kelas ketika membahas tentang kriteria buku best seller. Ketika itu, banyak mahasiswa mempersepsi bahwa buku best seller adalah buku yang baik. Atau sebaliknya, buku yang baik adalah buku yang best seller. Pendapat yang tidak salah, bila “baik” yang dimaksud dari sisi angka penjualan. Kriteria best seller ada pada kata kunci seller, yups bagaimana pasar merespon dengan besaran kuantitas keterserapan yang konkrit.


Bila pertanyaan di atas dalam konteks “baik” dari sisi isi/esensi atau kebermanfaatan maka pembaca cukup bebas merdeka untuk mengklaim buku yang baik versinya. Subjektif? Menurutku iya. Pernah kubaca pendapat dari Pak Bambang Trim, praktisi perbukuan, bahwa buku yang baik adalah buku yang “bertemu” dengan pembaca yang tepat. Artinya, apa yang menjadi kontennya relate dengan kebutuhan atau keingintahuan pembacanya. Sepertinya, poin relate inilah salah satu yang membawa potensi untuk menjadikan buku tersebut sebagai buku favorit.


------


Aku menemukan unsur relate itu saat nyamil buku Mindset karya Carol S. Dweck. Buku pemberian salah satu alumnus ini membius dan mengantarkanku ke saat-saat aku mikir bahwa “udah saatnya berubah”. Bersyukur karena bukan berarti dulu aku melakukan hal yang fatal, melainkan pada satu pemikiran bahwa lebih baik itu masih sangat bisa diupayakan bila ada kemauan. Normatif, tetapi kurasa saat ini efek kemauan berubah itu cukup besar andilnya. Sepertinya halnya satu kajian pustaka yang dilakukan Dweck, menyebut bahwa “setiap orang dapat berubah dan berkembang melalui pembelajaran dan pengalaman”.


Dalam buku ini, Dweck mengklasifikasi pribadi dengan pemikiran yang tetap dan pemikiran yang tumbuh. Menurutnya,  pribadi dengan pemikiran yang tumbuh tidak akan memberi label tertentu pada dirinya dan tidak menyerah. Meskipun kecewa, mereka siap mengambil risiko, menghadapi tantangan, dan tetap menjalani hidup dalam versi terbaiknya (hal. 12). Artinya, pribadi dengan pemikiran tumbuh begitu percaya dengan konsep “upaya”. Label pribadi juga cukup memberi pengaruh, betapa banyak orang yang kadang terlalu menilai buruk kemampuannya sendiri.


Aku akan menuntaskan buku ini (baru sampai hal 73) untuk lebih tahu konsep pemikiran yang tumbuh. Syukur bila dapat transfer energi untuk memiliki ketekunan dan daya tahan yang baik dari esensi buku ini. Menjadi pribadi yang mencintai tantangan, percaya terhadap usaha, tabah menghadapi kemunduran, dan mendapati sukses yang lebih besar tentu bukan hal yang mudah, kucoba saja dulu 😊



#1W1P

#GandjelRel

Kamis, 20 Oktober 2022

MEMIRSA SINETRON ALA KOREA

 

Sumber Foto: reddit.com


Memirsa drama Korea sensasinya sama dengan menonton sinetron Indonesia. Namun, dengan kelas atau level yang berbeda. Pernyataan tersebut tentu saja asumsi pribadi yang bersifat subjektif, minimal berdasarkan pengalaman pribadi. Menikmati beberapa drama Korea, kesan pertama yang kutangkap: kembalikan waktukuuuuu! hahaha. Durasi yang cukup panjang, rata-rata 60-90 menit per episode dengan minimal 12 episode cukup menguras waktu. Soal durasi, tak jauh beda dengan sinetron Indonesia, rata-rata juga segitu. Bedanya, dulu aku menuntaskan sinetron dengan mengikuti jadwal rutin penayangannya di televisi (oh, aku sudah lupa entah tahun berapa "melahap"-nya). Karena per minggu hanya satu kali tayang (non-stripping), rasa kangennya dapet karena ditunggu peralihan dan jalan cerita berikutnya. Yang versi stripping, lumayan lah per hari selalu ada tetapi dengan jadwal yang kontinu. 

Beberapa drama Korea yang kuingat pernah tuntas memirsa antara lain The Heirs, What Wrong With Secretary Kim?, When My Love Blooms, Suspicious Partner, Crash Landing on You, Start Up, dll. Banyak pula yang kuintip-intip saja karena cukup populer tetapi tidak sampai tuntas memirsa, antara lain Descendants of The Sun, Its Okay not to be Okay, The World of Married, dsb. Dari sekian yang kuingat, Crash Landing on You menempati urutan pertama terfavorit. Aku terpesona dengan penokohan Kapten Ri (tidak termasuk Hyun Bin ya! hahaha). Namun, alasan yang utama adalah kemegahan ide cerita yang kompleks dengan membawa suasana politis antara Korea Selatan dan Korea Utara. Ini menarik karena kompleksitas tersebut terbawa secara detail sampai dengan dialog dan tingkah laku pemerannya.

Adegan terfavoritku dari drama Korea ini adalah ketika empat teman Kapten Ri menyusul ke Korea Selatan. Pengambaran "rasa takjub" mereka atas suasana dan kondisi Korea Selatan, menurutku, sedikit memberi gambaran bagaimana kehidupan faktual mereka (para tokoh) di Korea Utara. Bagaimana ketakjuban akan akses air bersih yang melimpah, listrik yang tanpa batas daya, selain memang menggambarkan pula gap antara kehidupan mereka secara pribadi sebagai prajurit dengan Seri sebagai anggota keluarga konglomerat Korea Selatan. Berharap akan banyak cerita-cerita anti mainstream seperti ini yang bisa ditemui pada drama-drama Korea berikutnya. Atau, boleh juga kalau akan dibuat sequel kedua. Bisa jadi, aku akan menonton lebih dari 5x pula, bila kualitas cerita sebaik yang pertama :)

#1W1P
#GandjelRel

Sabtu, 15 Oktober 2022

TETAPLAH BERSYUKUR!

 

Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi


Semacam "kitab" yang mengingatkan urgensi rasa syukur atas apapun yang kita hadapi dalam kehidupan. Menurut saya, buku ini "ringan" dan bisa diakses mulai dari anak seusia jenjang dasar sekalipun. Bahasa mudah dimengerti. Isi dominan berisi repetisi atas tips langkah mudah menjadi pribadi yang penuh syukur. Kutipan favorit: "Orang yang tidak sudi mensyukuri nikmat yang kecil berarti melepaskan nikmat yang besar". Selamat membaca!




Selasa, 11 Oktober 2022

ELEMENT OF SURPRISE DALAM KONTEN VIRAL

Sumber Foto: Tribun Pontianak


Istilah viral telah menjadi istilah yang familier bagi masyarakat saat ini, khususnya masyarakat pengguna media sosial. Kata dasar viral secara harfiah bersifat cepat menyebar secara luas. Di ranah media sosial, istilah viral merujuk pada penyebaran konten dari satu pengguna/akun kepada pengguna/akun lain. Perilaku memviralkan (viral behavior) dengan klik likes, share, dan comments dilakukan pada konten-konten yang menarik bagi pemilik akun. Artinya, konten menjadi suatu komoditas yang sengaja diproduksi (user generated content), disebarluaskan, dan dikonsumsi oleh masyarakat pengguna media sosial. Dengan lonjakan kuantitas konten yang sebanding dengan kecakapan pengguna media sosial saat ini, potensi viralitasnya menjadi amat tinggi.


Selain kecakapan digital masyarakat pengguna media sosial, terdapat beberapa faktor lain yang dapat menjadi penyebab viralitas sebuah konten (Agustina, 2020). Faktor-faktor tersebut antara lain: (1) konektivitas antar pengguna yang menjadi salah satu karakteristik media sosial, memungkinkan munculnya budaya berbagi (share) dan reshare/repost konten; (2) penyebaran konten kepada khalayak luas sebagai upaya peningkatan jangkauan ketersebaran konten (reach) oleh pengguna yang memiliki jumlah pengikut banyak (influencer); dan (3) element of surprise dalam konten yang memunculkan keterlibatan emosi pengguna media sosial lainnya, sehingga memotivasi untuk menyukai, membagikan ulang, atau mengomentari unggahan tersebut.


Saya pribadi pernah merasakan keterlibatan emosi dalam salah satu konten viral. Dua bulan lalu, ada sebuah pontingan viral berupa video menunjukkan seorang siswa memberikan gestur yang sangat sopan pada pengemudi mobil, yang memberikannya kesempatan untuk menyeberang jalan. Video tersebut pertama kali diunggah oleh pengguna media sosial Instagram. Sangat jelas terlihat, seorang anak menggunakan seragam Pramuka hendak menyeberang jalan. Pengemudi mobil sejurus kemudian melambatkan laju untuk memberi jalan kepada sang anak untuk menyeberang. Terlihat, setelah Ia berhasil menyeberangi jalan, Ia melihat ke arah sopir mobil, memberi salam sambil mengatupkan tangan, dan menganggukkan kepala sebagai tanda berterima kasih sudah diberi kesempatan.


Saat pertama melihat video tersebut, rasanya campur aduk. Utamanya terharu, takjub dengan adab terima kasih yang disampaikan dengan teramat lembut dan sopan. Postingan viral ini juga mendapat banyak komentar positif dari warganet (netizen) lainnya. Secara pribadi, saya belajar dari anak berseragam Pramuka tersebut, bagaimana unggah-ungguh wajib terus dipertahankan, pada siapa pun (kenal atau tidak), kapanpun, dan dimana pun itu. 

#1W1P
#GandjelRel


Selasa, 04 Oktober 2022

DUKA DI KANJURUHAN: MENILIK PROSEDUR KESELAMATAN PARA SUPORTER CILIK

 

Sumber Foto: https://www.republika.co.id/

Astaghfirullah. Ucapan pertama begitu kubaca headline di feed salah satu portal berita daring saat scrolling time jelang tidur malam tiga hari lalu. Straight news yang muncul baru sekadar memberitakan ada peristiwa kerusuhan pascalaga tuan rumah Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang. Baru beberapa jam kemudian, lewat tengah malam, feed hampir seluruh akun berita yang ku-follow menyampaikan jumlah korban yang mencapai ratusan orang. Innā lillāhi wa innā ilaihi rāji'n.


Esok harinya, 2 Oktober 2022, pemberitaan kian gencar. Kuperhatikan, sudut berita beragam, mulai dari isu kronologi kejadian, pelanggaran prosedur penangganan kericuhan, keputusan penggunaan gas air mata di dalam stadion yang tidak sesuai ketentuan Federasi Sepakbola Internasional (FIFA), urgensi pendidikan karakter untuk mau dan berani menerima kekalahan, hingga jumlah korban anak dan remaja yang tidak sedikit jumlahnya. Semua sorotan bahasan tersebut terasa begitu mengerikan seiring video-video yang terus bermunculan di media sosial dan pemberitaan media massa elektronik mengenai fakta kejadian di Kanjuruhan.


Dari beberapa isu yang menjadi bahasan, isu mengenai banyaknya korban yang berusia anak-anak (bahkan balita 4 tahunan) yang paling menarik perhatianku. Pertandingan ini jelas digelar malam hari, jadwal sudah jauh-jauh hari di tangan, bukan tanpa perubahan atau pergeseran penyelenggaraan. Artinya, secara internal orang tua sangat bisa memperkirakan bagaimana situasi laga kala malam, dalam durasi yang tidak sebentar. Secara eksternal, prosedur keselamatan dan keamanan, terutama bagi para suporter cilik juga perlu ada kekhususan.


Pertimbangan terhadap risiko pada suporter cilik cukup beragam, mulai dari melihat langsung berbagai bentuk kekerasan yang mungkin terjadi di dalam maupun di luar stadion, menjadi korban kericuhan, atau kehilangan nyawa, seperti yang sangat fatal terjadi di Kanjuruhan. Potensi risiko bagi para suporter cilik tersebut, perlu ditindaklanjuti dengan manajemen risiko dan manajemen mitigasi. Wajib ada pendampingan, mengupayakan tribun khusus, dan aturan khusus tidak menonton langsung bila pertandingan diselenggarakan pada malam hari direkomendasikan oleh komunitas Save The Children Indonesia.


Peristiwa Kanjuruhan harus menjadi pengingat bagi semua pihak, baik panitia penyelenggara, suporter, wasit, pihak keamanan, dan pembuat kebijakan agar peristiwa yang sama tidak akan pernah terulang. Perbaikan dari semua sisi perlu terus diupayakan untuk masa depan sepakbola Indonesia yang lebih baik. Duka di Kanjuruhan bukan semata soal olahraga, ini duka kemanusiaan bagi Indonesia dan dunia.

#1W1P
#GandjelRel

Senin, 03 Oktober 2022

SATYALANCANA KARYA SATYA X

 
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Alhamdulillah. Tanda kehormatan ini sebagai pengingat, sudah 10 tahun (+) masa pengabdian di UNNES. Benar, pengingat apa saja yang sudah bisa dikontribusikan dan apa saja yang perlu direncanakan untuk menekuni masa-masa pengabdian berikutnya. Terus berdoa semoga Allah Swt senantiasa memberi kesehatan dan kemudahan. Berharap lebih mampu mengontrol diri, mengelola prioritas, dan memanajemen waktu dengan baik. Amin.


Jumat, 30 September 2022

TEKNOLOGI DALAM PENYUNTINGAN NASKAH BAHASA INDONESIA

Sumber: Dokumentasi Pribadi


Abstrak

Proses penyuntingan (editing) kebahasaan naskah berbahasa Indonesia dapat dilakukan dengan berbagai pola, baik manual editing maupun on screen editing. Dalam praktiknya, pola on screen editing dilakukan dengan aplikasi-aplikasi penyuntingan yang telah dikembangkan, baik oleh para akademisi maupun pengembang aplikasi, yang berbasis pada android dan laman (website). Beberapa aplikasi penyuntingan yang telah dikembangkan dan digunakan, antara lain SIPEBI (Penyuntingan Ejaan Bahasa Indonesia), ejaan.id, lektur.id, typoonline.com, dan typograp.com. Berdasarkan observasi awal, kelima aplikasi yang telah dikembangkan tersebut menawarkan banyak fasilitas atau fitur yang diklaim dapat memberi kemudahan dan membantu pengguna bahasa Indonesia dalam proses penyuntingan. Setiap aplikasi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Beberapa aspek yang teridentifikasi dengan aplikasi-aplikasi penyuntingan kebahasaan tersebut antara lain (a) kata baku/tidak baku, (b) ejaan, contohnya huruf kapital, kata depan, angka/bilangan, (c) kesalahan tik, dsb. Aspek yang teridentifikasi tersebut pada beberapa bagian tidak dapat digeneralisasikan. Artinya, pada setiap teks/naskah, sangat mungkin memerlukan penanganan perbaikan yang berbeda. Sejumlah aplikasi tersebut memang mempermudah dalam proses menyunting. Namun, bila melihat kuantitas aspek yang tidak teridentifikasi, proses penyuntingan secara manual masih sangat diperlukan. Penyuntingan manual lebih unggul dalam segi kecermatan dan keluasan aspek sunting, meski memerlukan waktu yang lebih lama.
Kata Kunci: Penyuntingan Bahasa, on screen editing, SIPEBI, ejaan.id, lektur.id, typoonline.com, typograp.com

*Telah dipublikasikan dalam prosiding ITELL Conference 2022
https://itell.or.id/conference/index.php/itell/itell2022/paper/view/169/120 

Kamis, 22 September 2022

ANUGERAH PEWARTA ASTRA 2021

 

Sumber: https://anugerahpewartaastra.satu-indonesia.com/arsip/2021/tentang-lomba/

-Alhamdulillah-

Ini feature pertama saya. Biasanya lebih sering coret-coret opini amatiran. Namun, saya niati belajar saja lah, muter tuas sebentar. Topik artificial intelligence relevan dengan riset studi. So, beberapa referensi terkait topik itu memang tengah saya baca, kalau pas goodmood 😂

Saya ingat betul, akhir tahun lalu, setelah memilah dan observasi objek tulisan, saya langsung mengirim pesan kepada tiga teman sekaligus: Mas Saroni Asikin (Suara Merdeka), Om Rahmat Petuguran (Universitas Negeri Semarang), dan Om Dhoni Zustiyantoro (Universitas Negeri Semarang). Isi pesan hampir sama: "Please, beri tips nulis feature dong dan beri rekomen feature keren milik siapa yang mesti kubaca untuk pemodelan". Ketiganya menjawab hampir bersamaan dengan isi yang mirip pula: penjelasan soal feature, contoh, dan permintaan untuk mengirim hasil tulisan saya agar bisa turut dibaca nantinya. Maturnuwun para suhu 🤠

Selesai meramu, saya kirim hanya kepada 1 suhu saja dengan alasan ketidak-PD-an 😆 Kekhawatiran terbesar ketika itu: setelah "matang", aromanya pun belum feature banget 😂 takut distraksi gaya opini masih membayang. Lalu mengapa tetap diunggah? Buat saya, kemenangan terbesar baru sebatas pada level bisa menyelesaikan tulisan dengan purna sebelum tenggat waktu dari panitia. Soal hasil seleksi sebagai pewarta ASTRA hari ini ialah bonus, yang semoga cukup menggiatkan diri untuk lebih bereksplorasi.

Sumber: https://65tahunastra.jagat.live/room/123-siaran-ulang-awarding-lfa-apa-2021

Terima kasih,
@satu_indonesia
@nodeflux


*https://anugerahpewartaastra.satu-indonesia.com/arsip/2021/pemenang/pemenang-apa-2021-umum/
*https://www.santipratiwi.com/2021/12/nodeflux-kontribusi-global-si-keledai.html


MEMIKIRKAN KEMBALI ARAH PENDIDIKAN INDONESIA: KRITIK, POTENSI, DAN REKOMENDASI

Sumber: Dokumentasi Pribadi

 

Bergabung dengan teman-teman Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang dan kontributor lainnya untuk publikasi hasil riset kami tahun lalu. Terima kasih ketua tim editor Edi Subkhan, S.Pd., M.Pd. dan LPPM Universitas Negeri Semarang.

Saya dan tim menyampaikan potensi disparitas kualitas program literasi sekolah yang terstimulasi oleh tingkat kesiapan dan dukungan ekosistem literasi yang timpang selama pembelajaran moda daring. Bahasan lain mengenai kelas digital, esensi merdeka belajar, profil pelajar pancasila, home schooling, e-learning, learning loss, dsb seruuuu untuk disibak dengan saksama.

SEPERTI RODA BERPUTAR

 

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Sudah cukup lama saya menelan manis dan getir kehidupan ini. Belajar menaklukkan kecongkakan. Belajar bersimpati dan mengerti. Tapi, hidup manusia harus berhenti, demikian pula dengan hidup saya. Tidakkah selain kelahiran, salah satu perayaan terbesar manusia adalah kematian? (Hal. 4)

KIAN TERTARIK BUKU ELEKTRONIK, KIAN TERPESONA BUKU SUARA

 

Sumber: https://digitalbisa.id/artikel/https-digitalbisaid-artikel-https-digitalbisaid-artikel-https-digitalbisaid-dashboard-article-create-6vzeg-6vzeg-6vZEg

A child who reads will be an adult who thinks! (Proverb)

Kutipan di atas mengingatkan kembali urgensi aktivitas membaca bagi anak, mengingat jarak yang makin jauh antara anak dan aktivitas membaca dewasa ini. Literasi dasar membaca merupakan hak setiap anak. Oleh karena itu, perlu rancangan pola asuh orang tua dan atau orang dewasa di sekitar anak dalam mempersiapkan anak agar memiliki kecintaan terhadap aktivitas membaca. Pengembangan literasi dasar membaca dimulai dari keluarga, serta wajib mendapat dukungan dari ranah sekolah dan masyarakat. Artinya, pola upaya pengembangannya perlu sinergitas antara ketiga ranah tersebut, tidak dapat dilakukan secara parsial oleh satu atau dua pihak saja.

Dalam ranah keluarga, pengembangan literasi dasar membaca dapat diupayakan dalam bentuk penyediaan bahan bacaan dan pelaksanaan kegiatan literasi bersama keluarga. Semua anggota keluarga bisa saling memberikan teladan dalam melakukan literasi di dalam keluarga, dengan berbagai macam variasi kegiatan. Beberapa tantangan muncul dalam upaya mewujudkan hal tersebut, salah satunya adanya pergeseran dan gap antargenerasi yang kentara antara orang tua dan anak. Para generasi Z kini mempertontonkan cara berkomunikasi yang berbeda. Bila Generasi Y cenderung berkomunikasi dengan teks, generasi Z beralih pada gambar, foto, atau video sebagai medianya. Mengapa demikian? karena tuntutan generasi kini yang serba cepat dan instan, serta keintiman mereka dengan telepon pintar (smartphone) atau berbagai perangkat digital.

Kecenderungan opsi bermain gawai (gadget) yang tinggi mengharuskan berbagai pihak turut andil mencari solusi, alih-alih menyalahkan atau malah berupaya mengalihkan. Peralihan generasi Z dengan segala ciri khasnya perlu mendapat perhatian serius. Bagi generasi Z, teknologi bagai nyawa. Keniscayaan tersebut memosisikan orang tua untuk menghadirkan pemodelan yang adaptif terhadap perubahan. Pun dalam berliterasi baca, upaya memelihara lingkungan literasi anak mesti terus dilanjutkan tanpa membenturkannya dengan tipikal zaman.


Tertarik Buku Elektronik, Terpesona Buku Suara

Desain adaptif tersebut yang coba penulis terapkan dalam program pengabdian kepada masyarakat, dengan pendanaan dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Negeri Semarang (UNNES) di SD Negeri Podorejo 3 Semarang. Dalam beberapa sesi pertemuan orang tua dengan pihak sekolah, kepala sekolah Ibu Dwi Setyowati, S.Pd., M.M, mendapati kenyataan minimnya bahan bacaan yang dimiliki anak di rumah paling dominan disampaikan. Sementara, kenyataan lain yang menyertai ialah durasi “mengonsumsi” gawai yang begitu tinggi.

Menilik kedua fakta tersebut, penulis dan tim pengabdian mencoba memformulasi solusi dengan mengenalkan buku elektronik (electronics book atau e-book) dan buku suara (audio book) yang notebene bisa diakses dengan gawai masing-masing. Pihak sekolah sangat mendukung ide tersebut dan kami merencanakan pertemuan untuk memberi pelatihan kepada orang tua dan guru. Pelatihan dikemas dalam suasana santai, praktik langsung yang diawali dengan membilas ingatan bahwa aktivitas membaca butuh keteladanan dari orang tua. Untuk menarik minat baca, orang tua harus menjadi teladan dengan menjadi pembaca yang baik. Anak tidak perlu dipaksa membaca karena pada dasarnya anak adalah peniru ulung.

Saat pelaksanaan pelatihan tanggal 23 Juli 2022 lalu, beberapa orang tua dan guru mengkhawatirkan biaya tambahan yang harus dikeluarkan untuk dapat mengakses buku elektronik dan buku suara. Kekhawatiran tersebut dapat ditepis dengan pemberian pemahaman terhadap buku elektronik dan buku suara yang masuk kategori creative commons lisence books. Artinya, buku-buku tersebut bisa diakses secara bebas tanpa perlu izin terlebih dahulu kepada penulis atau penerbit. Beberapa laman (website) buku elektronik yang berisi ratusan bahan bacaan bagi anak yang diperkenalkan antara lain https://literacycloud.org/, https://buku.kemdikbud.go.id/katalog/buku-non-teks, dan https://ditpsd.kemdikbud.go.id/buku/kategori/cerita-anak-2.

Selain bebas akses, buku-buku yang disediakan oleh lembaga nonprofit Room to Read yang bisa diakses di laman
https://literacycloud.org/, misalnya, juga tersedia dalam berbagai bahasa disertai keterangan perjenjangan buku (book leveling), dan pilihan medium baca. Pilihan bahasa antara lain bahasa Indonesia, Inggris, Spanyol, Arab, dsb. Adapun perjenjangan buku merupakan keterangan yang memberi arahan kepada calon pembaca untuk mengetahui peruntukan buku tersebut berdasarkan tipe atau klasifikasi isinya. Bagi pembaca dini, awal, lanjut, semenjana, atau mahir. Arahan ini tentunya dapat menjadi petunjuk bagi orang tua dalam memilah dan memilih bacaan yang sesuai dengan tingkatan anak. Pilihan medium baca yang ditawarkan pun beragam, ada buku elektronik yang penuh warna dan buku suara yang ekspresif dibacakan pengisi suara.

Pada akhir acara, orang tua dominan menyampaikan relatif tidak menemui kesukaran saat mencoba mengakses dan bersiap membangun interaksi dengan anak dalam aktivitas membaca. Buku elektronik yang telah berlisensi umum tersebut dapat menjadi gudang bacaan yang menjadi modal untuk membangun ekosistem literasi dalam keluarga. Kehadiran medium lainnya berupa buku suara turut menambah alternatif dengan moda baca lewat telinga. Seru untuk dieksplorasi lebih jauh dan senantiasa dicoba.

*sudah dipublikasikan di portal digitalbisa.id, 18 Agustus 2022
https://digitalbisa.id/artikel/https-digitalbisaid-artikel-https-digitalbisaid-artikel-https-digitalbisaid-dashboard-article-create-6vzeg-6vzeg-6vZEg 


HOW TO KEEP YOUR COOL

Sumber: Dokumentasi Pribadi


Seru! Seneca sedang menantang akal sehat pembacanya mengenai apa yang pantas membuat seseorang marah 🙂

Menetapkan harga tinggi pada kebanggaan, martabat, dan harga diri disinyalir menjadi impuls kemarahan manusia. Bahkan, pada posisi salah pun, kadang manusia tetap tersinggung ketika menerima teguran karena mengimbuhkan prasangka dan keangkuhan dalam pikiran 😔

Untuk melawannya, Seneca mengingatkan betapa banyak kesamaan sebagai manusia, yang pada umumnya layak untuk saling memaafkan. Ia menyebut: kita hanyalah orang jahat yang hidup di antara orang jahat 🥺

Mari merawat kemanusiaan dengan tidak menjadi sumber ketakutan atau bahaya bagi siapa pun. Mari memulai dengan belajar menelan singkatnya rasa jengkel yang kadang muncul ❤

 

Jumat, 12 Agustus 2022

AI IN EDUCATION: CHANGE AT THE SPEED OF LEARNING

Sumber: https://iite.unesco.org/news/policy-brief-ai-in-education/


Policy brief dari UNESCO IITE ini cukup komprehensif memaparkan perubahan pola pemanfaatan teknologi dalam pendidikan. Fokus paparan lekat dengan kecerdasan artifisial (AI), cloud computing, dan machine learning.

Paparan menarik terkait tantangan: bagaimana cara aksesnya, bagaimana etika penggunaannya, bagaimana kesenjangan teknologi pemakainya di lapangan memberi gambaran makro persiapan yang perlu dilakukan.

Poin penting lain yang ditekankan: bahwa teknologi bukan sapu jagad yang kemudian bisa menyelesaikan multiproblem yang muncul di kelas. Teknologi hadir untuk diberdayakan. Pun bila tidak untuk peningkatan aspek kompetensi, hadirkan untuk memberi pengalaman pembelajaran yang baru dan manfaatkan untuk mengaktifkan modalitas pedagogis.

Senin, 04 Juli 2022

TERUS BERKARYA DENGAN TEKNOLOGI SUARA!

https://www.ahead.ie

Type with your voice! 

Begitu moto (tagline) yang diusung dictation.io, salah satu produk kecerdasan artifisial (artificial intelligence) berupa fitur pengenalan suara (speech recognition) tanpa bayar yang akan membantu kita menulis berbantuan narasi suara tanpa perlu mengetik. Yaps, otomatis dan gratis! Diksi dictation yang berarti “dikte” memberi penegasan bahwa aktivitas mendikte gagasan/ide/hal apapun yang ingin disampaikan (dengan suara) bisa dilakukan dan fitur speech to text ini akan membantu menuliskannya. Kok bisa?

Fitur yang didukung teknologi suara ini “dilatih untuk mengenal, mengolah, menginterpretasi, dan mengonversi suara manusia menjadi tulisan dengan berbagai perangkat pintar, seperti telepon pintar (smartphone), tablet, laptop, atau komputer. Kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi ini dapat dimanfaatkan oleh sekretaris, notulis, jurnalis, guru/dosen, reviewer buku, blogger, dan profesi lainnya.

Bagaimana cara mengaksesnya?

1.  Kunjungi www.dictation.io ya!

2. Klik launch dictation dan pengguna akan diarahkan ke sebuah halaman seperti halaman pengetikan yang memiliki tools pengatur tulisan: bold, italic, underline, dan lain-lain.

3. Pada halaman tersebut, pengguna dapat menentukan pilihan bahasa sesuai kebutuhan hasil teks (ketikan) yang diinginkan. Beberapa pilihan bahasa yang familier, yakni bahasa Indonesia, Sunda, Jawa, Inggris, Spanyol, Prancis, Italia, dan lain-lain.

4. Tekan tombol start, kemudian pengguna akan diminta mengaktifkan pelantang (microphone) di halaman tersebut. Setelah muncul notifikasi aktivasi, pengguna dapat langsung klik izinkan.

5. Hapus semua teks ucapan selamat datang yang ada di halaman pengetikan, mulailah bicara, dan biarkan mesin pengetik otomatis bekerja.


https://www.komando.com/

Selain cara akses fitur yang cukup simpel, bagi saya kelebihan mengetik via perintah suara ini adalah fleksibilitasnya. Dalam kondisi tertentu, menangkap ide/gagasan/review dari buku yang saya baca/dengar (audiobook) dalam perjalanan, misalnya, dapat saya lakukan dengan menarasikan beberapa bagian esensial buku yang menjadi poin, menarik, atau quote-able agar tidak lupa.

Atau, saat perlu observasi langsung di kelas untuk kebutuhan awal penelitian/program pengabdian, misalnya, saya mengamati objek/responden dengan mulut yang ‘ndremimil’ terus untuk menarasikan apa yang saya lihat dan rasakan, hahaha, tanpa perlu mengetik sehingga fokus pengamatan lebih terjaga. Hasilnya bisa langsung di-posting atau digunakan sebagai data pengamatan? Bisa. Namun, saya biasa mengintegrasikan terlebih dahulu potongan-potongan narasi yang telah menjadi teks, sesuaikan dengan bahasa tulis, dan… jadi! 😊

KULIAH PAKAR ADOBSI