KESADARAN LITERASI PERLU TERUS DITINGKATKAN
Judul : Literasi
Penulis : Djoko Saryono
Penerbit : Pelangi Sastra
Cetakan : April, 2019
Tebal : XVI+92
ISBN : 978-602-54101-3-0
ISBN : 978-602-54101-3-0
Buku ini berupa risalah literasi sebagai episentrum kemajuan
kebudayaan dan peradaban dunia, termasuk Indonesia. Di tengah-tengah
konfigurasi kebudayaan dan peradaban lain, bangsa Indonesia sedang terayun-ayun
diantara rentangan (kontinum) zaman kelisanan, naskah, literasi, dan kelisanan
sekunder secara serempak (simultan).
Era digital kini bila tidak memiliki tradisi literasi kuat, sulit
punya tradisi intelektual. Sekarang berbagai gugus (nebula) kebudayaan dan
peradaban yang bertumpu pada kelisanan primer atau naskah makin sulit
berkembang. Dia tidak sanggup merespons perubahan. Dia akan tertinggal dari kebudayaan
yang bertumpu pada literasi atau kelisanan sekunder.
Pembaca
dapat menyaksikan kemajuan mengagumkan kebudayaan dan peradaban Jepang, Korea,
Tiongkok atau India berkat literasi yang dialasi tradisi baca tulis baik.
Literasi merupakan kunci bagi kotak alat (toolbox)
berisi pemberdayaan, kehidupan lebih baik, keluarga sehat, dan peran serta
kehidupan demokrasi. Literasi berfungsi sangat mendasar bagi kehidupan modern.
Hal tersebut memungkinkan semua memperoleh akses informasi apa pun. Dengan kata
lain, literasi menjadi langkah pertama sangat berarti untuk membangun kehidupan
yang lebih baik.
Dewasa ini taksonomi atau kategorisasi literasi juga terus berkembang,
termasuk hakikat, konsep, dan modelnya. Menurut Programme for International
Student Assessment ada literasi ilmiah (ilmu pengetahuan), matematis, dan
membaca. UNESCO menambahkan literasi informasi dan media. Seiring proses
digitalisasi, berkembang pula istilah literasi digital. Kelak, bukan tidak
mungkin kategori ini terus berkembang.
Akar taksonomi literasi adalah kemampuan berpikir kritis-kreatif
ditopang membaca dan menulis. Maka, tradisi baca-tulis harus secara serempak
dibentuk, diperkuat, dan dipelihara sebaik-baiknya dalam tiap individu. Ikhtiar
ini dapat diwujudkan melalui pendidikan, pengajaran, pembelajaran,
pemasyarakatan, penerbitan, dan pendampingan.
Khusus dalam dunia pendidikan atau pengajaran pada umumnya,
tradisi baca-tulis dapat berkembang pesat karena kesukaan, kegemaran, dan
kebiasaan. Perpustakaan sekolah pun menyediakan bacaan-bacaan yang diperlukan
subjek didik, sehingga kegemaran membaca dan menulis terpupuk dengan baik.
Pendidikan menjadi instrumen efektif untuk membentuk dan memantapkan tradisi
baca-tulis secara berkelanjutan.
Sayang, sekarang penguatan dan pemantapan tradisi baca-tulis tidak
berjalan mulus. Ada kemandekan atau malah kemunduran (involusi) yang
mengakibatkan secara tidak langsung juga involusi berpikir kritis-kreatif.
Maka, kemerosotan mutu literasi kian terasa. Involusi tradisi baca-tulis menjauhkan
masyarakat dari literasi. Yang terjadi malah kembali pada tradisi lisan.
Penyebab
involusi tradisi baca-tulis antara lain berkembangnya pragmatisme dan
liberalisme dalam penyelenggaraan atau pengelolaan negara dengan kebijakan yang
tidak strategis. Kemudian, berkembangnya teknologi komunikasi terutama internet
dan jejaring sosial yang massif. Sayang, hal ini tidak diikuti transformasi
budaya dengan baik. Diresensi
Santi Pratiwi Tri, Universitas Negeri Semarang.
*Resensi telah dipublikasikan di Koran Jakarta, 27 September 2019
Komentar
Posting Komentar