MENYIAPKAN GENERASI LITERAT
Baca
buku… Membuat aku tahu
Penggalan lirik lagu tema (theme song) Gerakan Nasional Orang Tua Membacakan Buku (Gernas Baku) di
atas menggambarkan keinginan anak untuk didampingi saat aktivitas membaca.
Atau, bisa pula diartikan meminta keterlibatan orang tua untuk membaca bersama
(shared reading). Gernas Baku diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan melalui Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga, yang dicanangkan
mulai 5 Mei 2018 lalu.
Gernas Baku mendesak digiatkan mengingat
jarak yang makin jauh antara anak dan buku dewasa ini. Selain, memang sangat
urgen untuk segera menyiapkan anak menghadapi tuntutan penguasaan kecakapan
beragam literasi (multiliterasi), termasuk di dalamnya ialah literasi baca
tulis. Kecenderungan opsi bermain gawai (gadget)
yang lebih tinggi, mengharuskan berbagai pihak turut andil mencari solusi untuk
mengalihkan, syukur dapat menjauhkan.
Kemudahan mengakses internet bagi anak berbanding
lurus dengan terpaan konten-konten hiburan yang mengancam pula, khususnya
melalui media sosial. Umumnya, akun media sosial mensyaratkan penggunanya
berusia di atas 13 tahun. Karena secara emosional, kemampuan kontrol diri
anak-anak yang berusia di bawahnya masih labil. Namun dalam praktiknya, banyak
yang melanggar aturan atau etika. Bahaya yang nyata mengancam para netizen
cilik ini di antaranya perundungan (cyberbullying),
ujaran kebencian, sexting (mengirim,
menerima, dan meneruskan pesan dan gambar berkonten seksual), serta terus
meningkatnya kuantitas berita-berita palsu atau bohong (hoax).
Produk-produk hoax ditelan mentah-mentah oleh anak-anak (bahkan hingga dewasa) sebagai
generasi pembaca instan. Dalam sekejap, bahkan hanya sekadar membaca judul dan
penggalan berita yang tertangkap layar saja, mereka lantas menyetujui,
menyakini, dan bahkan memutuskan akan suatu hal. Nyaris tanpa pembacaan dan
pemaknaan yang mendalam. Pun bisa jadi tak jeli ada pemotongan pemaknaan, tanpa
kejelasan sumber dan penjelasan yang menyeluruh.
Periode
Kesiapan Membaca
Proses pendidikan anak bermula dari
keluarga. Oleh karena itu, sangat perlu rancangan (by design) pola asuh orang tua dan atau orang dewasa di sekitar
anak (kakek-nenek, om-tante, kakak, pengasuh) dalam mempersiapkan anak agar
memiliki motivasi dan kecintaan terhadap aktivitas membaca. Tentu, dengan
dukungan penuh pula dari satuan pendidikan dan masyarakat sekitar.
Sejalan dengan tingkat perkembangan
potensial anak dalam Zona Perkembangan Proksimal (Zone of Proximal Development) yang dikemukakan Vygotsky, anak perlu
bimbingan orang dewasa di sekitarnya dan atau teman sebaya untuk menyelesaikan
masalah. Mengenai aktivitas membaca, rendahnya minat dan motivasi merupakan
salah satu permasalahan utama. Namun, pada abad 21 ini tuntutan juga mengarah
pada kemampuan berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif. Artinya,
anak-anak diharapkan tidak berhenti pada sekadar bisa dan suka membaca atau
membunyikan huruf, tetapi nantinya juga mampu menyerap makna dari tulisan.
Di sinilah peran guru, masyarakat
(lingkungan), dan utamanya orang tua dan atau orang dewasa di sekitar anak
untuk memberi stimulasi atau rangsangan untuk masuk pada periode kesiapan
membaca (reading readiness period). Mereka
perlu menyadari besarnya manfaat membaca bagi anak, misalnya akan menambah
kosakata baru, meningkatkan rasa ingin tahu dan kemampuan mengungkapkan ide,
serta mengembangkan daya imajinasi anak. Selain itu, aktivitas membaca juga
merupakan landasan penting untuk masa dewasa kelak, yang merupakan bagian dari
literasi dasar sebagai kecakapan hidup selain literasi numerasi, finansial,
digital, sains, serta budaya dan kewargaan.
Implementasi
Gernas Baku
Ada tiga hal yang perlu dipersiapkan
orang tua dan atau orang dewasa di sekitar anak untuk mendukung dan mengimplementasikan
Gernas Baku. Pertama, mereka perlu
memahami tahapan perkembangan membaca dan menguasai teknik menarik minat baca
anak. Tahapan perkembangan membaca pada anak usia dini (Depdiknas 2007) dimulai
dari tahap sekadar membolak-balik dan membawa-bawa atau menenteng buku
kesukaannya (magical stage), tahap
anak mulai merasa bahwa ia adalah pembaca, pura-pura membaca, menebak gambar
dalam buku (self concept stage),
tahap anak mulai mengenali abjad yang menyertai gambar (bridging reading stage), tahap anak mulai tertarik membaca (take off reader stage), dan tahap anak
membaca berbagai jenis bacaan dengan lancar (independent reader stage).
Pemahaman terhadap tahapan perkembangan
tersebut sangat penting untuk mengetahui “posisi” tahapan anak saat ini dan
dalam menentukan teknik yang tepat dalam menstimulasi minat baca anak. Stephen
D. Krashen dalam The Power of Reading (1993) menekankan agar sedari awal terbentuk
pola pikir pada anak bahwa aktivitas membaca merupakan aktivitas yang
menyenangkan (joyfull). Anak-anak
melakoni aktivitas membaca karena mereka memang menginginkannya (free voluntary reading). Pada beberapa
kasus, masih sering kita temui orang tua yang memaksa anak membaca. Dalih agar
anak (lekas) berwawasan luas, merasa sudah membelikan banyak buku, atau pola
pikir bahwa anak belajar harus melalui membaca sering menjadikan anak
terintimidasi. Bila terus berlanjut, anak-anak tidak hanya akan malas, bahkan
bisa jadi mereka akan membenci aktivitas membaca.
Untuk menarik minat baca, orang tua dan
orang dewasa di sekitar anak harus menjadi teladan, menjadi pembaca yang baik.
Anak tidak perlu dipaksa membaca karena pada dasarnya anak adalah peniru ulung.
Mereka akan mengikuti aktivitas yang sering mereka lihat. Orang tua perlu pula
belajar menjadi ‘pendongeng’ yang interaktif dan komunikatif. Penguasaan
terhadap tema cerita dan bahasa lugas yang mudah diterima anak juga akan
menambah ketertarikan. Bahkan bila ada gambar atau kata yang tidak mudah
dijelaskan, jangan sungkan memperagakan untuk mendekatkan anak dengan makna.
Kedua,
menyediakan bahan bacaan dari berbagai sumber yang sesuai dengan tahapan
perkembangan membaca anak. Bacaan yang tepat merupakan modal awal anak untuk
menjadi pembaca yang baik. Aspek fisik dan konten bacaan akan membawa pengaruh
kuat. Aspek fisik bacaan meliputi pilihan (kombinasi) warna yang cerah, jenis
huruf dan angka, penyesuaian jumlah kata atau kalimat yang muncul secara
berjenjang, gambar-gambar dengan dimensi yang menimbulkan daya imajinasi, serta
dibuat dari jenis bahan yang nyaman dibaca atau dipegang. Aspek konten meliputi
alur cerita yang ringkas dan memenuhi rasa ingin tahu, bertema dekat dengan
keseharian anak (hobi, binatang piaraan, benda-benda kesukaan, dll), serta penokohan
yang berkarakter dan inspiratif. Lebih lanjut, Hernowo (2016) menyebut gairah
membaca perlu didukung oleh asupan buku yang “bergizi”, yaitu buku yang tertata
bahasa dan tampilannya, jernih alur kontennya, dan menggugah pikiran untuk
memahami maknanya.
Ketiga,
menyiapkan waktu dan tempat yang tepat untuk mendampingi anak membaca buku. Proses
pendampingan diharapkan tidak berlangsung instan. Perlu rancangan waktu yang
fleksibel sesuai kondisi anak, dengan tetap menjaga kontinuitas. Bila perlu,
orang tua membuat beberapa kesepakatan dengan anak. Selain itu, perlu pula
pengkondisian suasana atau lingkungan baca yang kondusif dan variatif agar
ketuntasan tujuan aktivitas membaca dapat optimal.
Orang tua perlu memastikan masa emas (golden age) anak yang tidak terentang
lama, tak terlewatkan begitu saja. Mendekatkan anak dengan bacaan bermutu
berarti menyiapkan mereka menjadi pembelajar sejati. Buku adalah jendela dunia
dan aktivitas membaca adalah kuncinya.
*tulisan ini telah dipublikasikan di Harian Suara Merdeka, 18 Mei 2018
*tulisan ini telah dipublikasikan di Harian Suara Merdeka, 18 Mei 2018
Salah satu kenapa masih ketergantungan dengan gadget karena anak sangat suka video. Pengen tetap mengajarkan baca buku. Jadinya masih rebutan buku, maunya baca & asyik sendiri >•<
BalasHapusIya mb, butuh kesabaran ya. Mesti menciptakan lingkungan baca yang nyaman dan mendekatkan dengan buku dulu sepertinya :)
BalasHapusAnakku ga begitu suka baca. Walaupun dah kugelar beragam buku mbak. Hehe... walo begitu tetap kurayu2 juga dengan dongengin si kecil. Gadget aku kasih jadwal makenya...
BalasHapusEmang kebiasaan membaca itu dipengaruhi banget dari orang tua. Aku sendiri pas kecil selalu dibelikan buku, jadi pas udah besar begini selalu kangen sama buku.
BalasHapusAku pas kecil suka baca, gede mulai males baca. Aq suka baca buku2 bergambar aja si yg full text klo bner2 bagus bru suka
BalasHapusTerus kuperjuangkan nih mbk gimana si kecil mencintai literasi sejak kecil 😘
BalasHapusAnak-anak itu peniru ulung, kalo orang tuanya doyan baca buku pasti anak akan ketularan juga. Anak-anakku suka baca buku, malah sekarang punya buku favorit sendiri.
BalasHapusRasanya beda banget jaman anak-anakku masih usia TK dan SD yang belum banyak terpapar internet. Mereka setiap hari baca buku. Sekarang meski udah disediain buku tetep aja gadget yang dipilih
BalasHapusKeteladanan dan pengkondisianerupsksn salah satu upaya agar anak gemar membaca ya mba.. kalau orang tua saja tak pernah terlihat membaca buku, bagaimana bisa mengharapkan ansk2 tiba-tiba suka membaca? Hehe..
BalasHapusSaingan membaca buku sekarang internet ya mbak. Apalagi kalau anak sudah terpapar game dan yutub, makin susah mengajaknya gemar baca..tapi pasti ada jalan, ajak baca buku dengan topik yang diminatinya..
BalasHapusYes, aku sepakat dengan anak senagai peniru ulung. Beberapa bulan terakhir kan anakku ikut sekolah. Dia sering lihat aku membacakan dongeng untuk muridku, kalau di rumah aku nggak bacain dia dongeng, dia pasti protes.
BalasHapusMakin banyak anak-anak yang lebih suka membuka Internet daripada buku. Anak2ku sendiri sekarang aku batasi main gadget.
BalasHapus