Senin, 28 Januari 2019

MENYIAPKAN GENERASI LITERAT

Sumber: Dokumentasi Pribadi


Ayah… Bunda… Bacakan aku buku
Baca buku… Membuat aku tahu

Penggalan lirik lagu tema (theme song) Gerakan Nasional Orang Tua Membacakan Buku (Gernas Baku) di atas menggambarkan keinginan anak untuk didampingi saat aktivitas membaca. Atau, bisa pula diartikan meminta keterlibatan orang tua untuk membaca bersama (shared reading). Gernas Baku diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga, yang dicanangkan mulai 5 Mei 2018 lalu.

Gernas Baku mendesak digiatkan mengingat jarak yang makin jauh antara anak dan buku dewasa ini. Selain, memang sangat urgen untuk segera menyiapkan anak menghadapi tuntutan penguasaan kecakapan beragam literasi (multiliterasi), termasuk di dalamnya ialah literasi baca tulis. Kecenderungan opsi bermain gawai (gadget) yang lebih tinggi, mengharuskan berbagai pihak turut andil mencari solusi untuk mengalihkan, syukur dapat menjauhkan.

Kemudahan mengakses internet bagi anak berbanding lurus dengan terpaan konten-konten hiburan yang mengancam pula, khususnya melalui media sosial. Umumnya, akun media sosial mensyaratkan penggunanya berusia di atas 13 tahun. Karena secara emosional, kemampuan kontrol diri anak-anak yang berusia di bawahnya masih labil. Namun dalam praktiknya, banyak yang melanggar aturan atau etika. Bahaya yang nyata mengancam para netizen cilik ini di antaranya perundungan (cyberbullying), ujaran kebencian, sexting (mengirim, menerima, dan meneruskan pesan dan gambar berkonten seksual), serta terus meningkatnya kuantitas berita-berita palsu atau bohong (hoax).

Produk-produk hoax ditelan mentah-mentah oleh anak-anak (bahkan hingga dewasa) sebagai generasi pembaca instan. Dalam sekejap, bahkan hanya sekadar membaca judul dan penggalan berita yang tertangkap layar saja, mereka lantas menyetujui, menyakini, dan bahkan memutuskan akan suatu hal. Nyaris tanpa pembacaan dan pemaknaan yang mendalam. Pun bisa jadi tak jeli ada pemotongan pemaknaan, tanpa kejelasan sumber dan penjelasan yang menyeluruh.

Periode Kesiapan Membaca
Proses pendidikan anak bermula dari keluarga. Oleh karena itu, sangat perlu rancangan (by design) pola asuh orang tua dan atau orang dewasa di sekitar anak (kakek-nenek, om-tante, kakak, pengasuh) dalam mempersiapkan anak agar memiliki motivasi dan kecintaan terhadap aktivitas membaca. Tentu, dengan dukungan penuh pula dari satuan pendidikan dan masyarakat sekitar.

Sejalan dengan tingkat perkembangan potensial anak dalam Zona Perkembangan Proksimal (Zone of Proximal Development) yang dikemukakan Vygotsky, anak perlu bimbingan orang dewasa di sekitarnya dan atau teman sebaya untuk menyelesaikan masalah. Mengenai aktivitas membaca, rendahnya minat dan motivasi merupakan salah satu permasalahan utama. Namun, pada abad 21 ini tuntutan juga mengarah pada kemampuan berpikir kritis, kreatif, komunikatif, dan kolaboratif. Artinya, anak-anak diharapkan tidak berhenti pada sekadar bisa dan suka membaca atau membunyikan huruf, tetapi nantinya juga mampu menyerap makna dari tulisan.

Di sinilah peran guru, masyarakat (lingkungan), dan utamanya orang tua dan atau orang dewasa di sekitar anak untuk memberi stimulasi atau rangsangan untuk masuk pada periode kesiapan membaca (reading readiness period). Mereka perlu menyadari besarnya manfaat membaca bagi anak, misalnya akan menambah kosakata baru, meningkatkan rasa ingin tahu dan kemampuan mengungkapkan ide, serta mengembangkan daya imajinasi anak. Selain itu, aktivitas membaca juga merupakan landasan penting untuk masa dewasa kelak, yang merupakan bagian dari literasi dasar sebagai kecakapan hidup selain literasi numerasi, finansial, digital, sains, serta budaya dan kewargaan.

Implementasi Gernas Baku
Ada tiga hal yang perlu dipersiapkan orang tua dan atau orang dewasa di sekitar anak untuk mendukung dan mengimplementasikan Gernas Baku. Pertama, mereka perlu memahami tahapan perkembangan membaca dan menguasai teknik menarik minat baca anak. Tahapan perkembangan membaca pada anak usia dini (Depdiknas 2007) dimulai dari tahap sekadar membolak-balik dan membawa-bawa atau menenteng buku kesukaannya (magical stage), tahap anak mulai merasa bahwa ia adalah pembaca, pura-pura membaca, menebak gambar dalam buku (self concept stage), tahap anak mulai mengenali abjad yang menyertai gambar (bridging reading stage), tahap anak mulai tertarik membaca (take off reader stage), dan tahap anak membaca berbagai jenis bacaan dengan lancar (independent reader stage).

Pemahaman terhadap tahapan perkembangan tersebut sangat penting untuk mengetahui “posisi” tahapan anak saat ini dan dalam menentukan teknik yang tepat dalam menstimulasi minat baca anak. Stephen D. Krashen dalam The Power of Reading (1993) menekankan agar sedari awal terbentuk pola pikir pada anak bahwa aktivitas membaca merupakan aktivitas yang menyenangkan (joyfull). Anak-anak melakoni aktivitas membaca karena mereka memang menginginkannya (free voluntary reading). Pada beberapa kasus, masih sering kita temui orang tua yang memaksa anak membaca. Dalih agar anak (lekas) berwawasan luas, merasa sudah membelikan banyak buku, atau pola pikir bahwa anak belajar harus melalui membaca sering menjadikan anak terintimidasi. Bila terus berlanjut, anak-anak tidak hanya akan malas, bahkan bisa jadi mereka akan membenci aktivitas membaca.

Untuk menarik minat baca, orang tua dan orang dewasa di sekitar anak harus menjadi teladan, menjadi pembaca yang baik. Anak tidak perlu dipaksa membaca karena pada dasarnya anak adalah peniru ulung. Mereka akan mengikuti aktivitas yang sering mereka lihat. Orang tua perlu pula belajar menjadi ‘pendongeng’ yang interaktif dan komunikatif. Penguasaan terhadap tema cerita dan bahasa lugas yang mudah diterima anak juga akan menambah ketertarikan. Bahkan bila ada gambar atau kata yang tidak mudah dijelaskan, jangan sungkan memperagakan untuk mendekatkan anak dengan makna.

Kedua, menyediakan bahan bacaan dari berbagai sumber yang sesuai dengan tahapan perkembangan membaca anak. Bacaan yang tepat merupakan modal awal anak untuk menjadi pembaca yang baik. Aspek fisik dan konten bacaan akan membawa pengaruh kuat. Aspek fisik bacaan meliputi pilihan (kombinasi) warna yang cerah, jenis huruf dan angka, penyesuaian jumlah kata atau kalimat yang muncul secara berjenjang, gambar-gambar dengan dimensi yang menimbulkan daya imajinasi, serta dibuat dari jenis bahan yang nyaman dibaca atau dipegang. Aspek konten meliputi alur cerita yang ringkas dan memenuhi rasa ingin tahu, bertema dekat dengan keseharian anak (hobi, binatang piaraan, benda-benda kesukaan, dll), serta penokohan yang berkarakter dan inspiratif. Lebih lanjut, Hernowo (2016) menyebut gairah membaca perlu didukung oleh asupan buku yang “bergizi”, yaitu buku yang tertata bahasa dan tampilannya, jernih alur kontennya, dan menggugah pikiran untuk memahami maknanya.

Ketiga, menyiapkan waktu dan tempat yang tepat untuk mendampingi anak membaca buku. Proses pendampingan diharapkan tidak berlangsung instan. Perlu rancangan waktu yang fleksibel sesuai kondisi anak, dengan tetap menjaga kontinuitas. Bila perlu, orang tua membuat beberapa kesepakatan dengan anak. Selain itu, perlu pula pengkondisian suasana atau lingkungan baca yang kondusif dan variatif agar ketuntasan tujuan aktivitas membaca dapat optimal.

Orang tua perlu memastikan masa emas (golden age) anak yang tidak terentang lama, tak terlewatkan begitu saja. Mendekatkan anak dengan bacaan bermutu berarti menyiapkan mereka menjadi pembelajar sejati. Buku adalah jendela dunia dan aktivitas membaca adalah kuncinya.

*tulisan ini telah dipublikasikan di Harian Suara Merdeka, 18 Mei 2018

12 komentar:

  1. Salah satu kenapa masih ketergantungan dengan gadget karena anak sangat suka video. Pengen tetap mengajarkan baca buku. Jadinya masih rebutan buku, maunya baca & asyik sendiri >•<

    BalasHapus
  2. Iya mb, butuh kesabaran ya. Mesti menciptakan lingkungan baca yang nyaman dan mendekatkan dengan buku dulu sepertinya :)

    BalasHapus
  3. Anakku ga begitu suka baca. Walaupun dah kugelar beragam buku mbak. Hehe... walo begitu tetap kurayu2 juga dengan dongengin si kecil. Gadget aku kasih jadwal makenya...

    BalasHapus
  4. Emang kebiasaan membaca itu dipengaruhi banget dari orang tua. Aku sendiri pas kecil selalu dibelikan buku, jadi pas udah besar begini selalu kangen sama buku.

    BalasHapus
  5. Aku pas kecil suka baca, gede mulai males baca. Aq suka baca buku2 bergambar aja si yg full text klo bner2 bagus bru suka

    BalasHapus
  6. Terus kuperjuangkan nih mbk gimana si kecil mencintai literasi sejak kecil 😘

    BalasHapus
  7. Anak-anak itu peniru ulung, kalo orang tuanya doyan baca buku pasti anak akan ketularan juga. Anak-anakku suka baca buku, malah sekarang punya buku favorit sendiri.

    BalasHapus
  8. Rasanya beda banget jaman anak-anakku masih usia TK dan SD yang belum banyak terpapar internet. Mereka setiap hari baca buku. Sekarang meski udah disediain buku tetep aja gadget yang dipilih

    BalasHapus
  9. Keteladanan dan pengkondisianerupsksn salah satu upaya agar anak gemar membaca ya mba.. kalau orang tua saja tak pernah terlihat membaca buku, bagaimana bisa mengharapkan ansk2 tiba-tiba suka membaca? Hehe..

    BalasHapus
  10. Saingan membaca buku sekarang internet ya mbak. Apalagi kalau anak sudah terpapar game dan yutub, makin susah mengajaknya gemar baca..tapi pasti ada jalan, ajak baca buku dengan topik yang diminatinya..

    BalasHapus
  11. Yes, aku sepakat dengan anak senagai peniru ulung. Beberapa bulan terakhir kan anakku ikut sekolah. Dia sering lihat aku membacakan dongeng untuk muridku, kalau di rumah aku nggak bacain dia dongeng, dia pasti protes.

    BalasHapus
  12. Makin banyak anak-anak yang lebih suka membuka Internet daripada buku. Anak2ku sendiri sekarang aku batasi main gadget.

    BalasHapus

KULIAH PAKAR ADOBSI